Lihat ke Halaman Asli

Ulul Rosyad

Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Di Dalam Rumah Teman Saya Ada Makam

Diperbarui: 30 Agustus 2016   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)

Horor! Begitulan kesan pertama ketika pertama kali bertamu ke rumah Pono, sebut saja demikian, seorang kolega yang sering kali membantu pekerjaan saya di Yogyakarta ini (alamat dan nama sengaja saya samarkan). Ada kuburan di salah satu kamar dalam rumahnya. Makam itu berkijing marmer, dengan ukuran tanggung. Melihat dari besarnya kijingan, orang pasti bisa menduga bahwa yang dimakamkan di situ masih kanak-kanak.

Yah, tanpa sengaja makam itu terlihat olehku. Sekedar untuk diketahui, tata ruang rumah orang tua Pono ini sangat sederhana. Terdiri dari ruang tamu yang luas, dan terdapat tiga kamar. Ketiga kamar itu terletak secara berderet. Orang Jawa lazim menyebutnya sentong kiri, sentong tengah, dan sentong kanan. Nah, makam yang saya maksud itu terletak di sentong kiri.

Ya, kebanyakan masyarakat Jawa dulu, membagi tata ruang rumahnya seperti itu. Biasanya, sentong tengah digunakan untuk hal-hal yang bersifat spiritual, misalnya tempat untuk persembahan sesaji para leluhur. Sedang kedua sentong yang mengapitnya, lebih berfungsi sebagai kamar-kamar biaa, tempat tidur dan istirahat.

Ketiga sentong itu, memiliki pintu sendiri-sendiri. Letak pintu tersebut di muka. Bukannya di samping. Tetapi tidak demikian dengan yang saya lihat di rumah Pono. Baik sentong kiri atau sentong kanan, masing-masing pintunya terletak di samping. Sedang sentong tengah tanpa pintu alias dibiarkan terbuka begitu saja sehingga yang ada di dalamnya bisa terlihat secara langsung dari ruang tamu.

Nah, saat saya dipersilakan istirahat di sentong kanan inilah, tanpa sengaja saya melihat sebuah kuburan yang terdapat di sentong kiri itu. Saya katakan tidak sengaja melihatnya karena waktu itu pintu sentong kiri ini dalam keadaan terbuka. Dari pintu yang terbuka inilah saya melihat kuburan itu.

“Kuburan sopo iku, Mas?“ tanyaku kepada Pono.

“Adikku!” singkat sekali Pono menjawabnya. Tak ada kesan apa pun di balik jawabannya itu, kecuali biasa-bisa saja. Seolah, bukan hal yang istimewa. Batinku bergumam, “Gendeng! Memakamkan mayat di dalam rumah....“

Terus terang, pemandangan tersebut membuat saya heran, karena memang baru pertama kali itu melihat makam ada di dalam rumah. Tak lazim menurutku.

Dan melihat sepintas keadaan makam itu, saya berani memastikan bahwa keluarga Pono memperlakukannya dengan sangat istimewa. Setidaknya, dalam bayanganku, pada hari-hari tertentu pasti ada ritual di makam itu. Bayanganku ini spontan melela di pelupuk angan, bersama anglo kecil tempat biasa membakar kemenyan. Bukan hanya itu, tetapi juga terdapat kembang-kembang kering yang berserak di kijingan, batang-batang hioswa yang ujungnya telah terbakar, dan puluhan keris pusaka yang tersandar sedemikian rupa di dinding-dinding kijingan.

Karena sangat penasaran dan ingin tahu alasan almarhum adik Pono ini dimakamkan di dalam rumah. Pasti ada sesuatu dibalik itu semua. Apalagi rumah Pono ini tak jauh dari komplek pemakaman umum. Tapi menagapa jasad adik Pono dimakamkan di dalam rumah?

Dengan sangat hati-hati, terpaksa saya tanyakan hal-hal yang membuat rasa ingin tahuku menggeliat. Pono pun kemudian bercerita, bahwa adiknya yang dikuburkan dalam sentong kiri itu meninggal dunia sebelum sempat lahir di dunia. “Ibuku keguguran waktu mengandung dia, lalu bapak memakamkannya sendiri di dalam kamar tersebut,” jelas Pono.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline