Lihat ke Halaman Asli

Ulul Rosyad

Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Menyusur Sumur Minyak Tua Peninggalan Belanda di Tuban

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1404754230969643491

Tidak bisa dipungkiri, penjajahan Belanda selama ratusan tahun di Indonesia, menyisakan sejumlah dampak bagi bangsa ini. Yang paling nyata masih bisa kita nikmati saat ini adalah adanya Kereta Api. Selain itu termasuk juga kandungan pada sektor Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Indonesia yang konon sudah dipetakan sejak jaman kolonial Belanda.


Tercatat sejak itu diketahui Nusantara menyimpan ratusan, bahkan mungkin ribuan, sumur tua yang sudah dimaktubkan dalam peta Migas kuno. Apalagi kala itu tanah air masih berstatus sebagai negeri jajahan.
Satu diantaranya adalah sumur-sumur minyak tua di Dusun Gegunung, Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Meski akses jalan untuk ke tempat ini harus melewati medan berat karena secara geografis terletak diantara perbukitan yang banyak dijumpai di kawasan Kecamatan Montong, Singgahan, dan Kecamatan Kerek, namun hingga saat ini masih ada sejumlah penambang yang mendulang emas hitam di tempat itu.

1404754608650798701

Untuk mencapai lokasi ini dari jalan raya yang menubungkan Kecamatan Montong dan Kecamatan Singgahan kemudian dilanjutkan berbelok ke kanan. Menuju jalan akses satu-satunya menuju arah sumur yang oleh masyarakat setempat biasa disebut Plantongan.

Mengikuti arah menuju Plantongan ini ternyata tak mudah. Apalagi kondisi jalan setapak jauh dari kata layak, terlebih saya ketika ke lokasi pada malam hari. Awalnya memang bisa saya dilalui dengan lancar , namun pada akhirnya ucapan Pak Wo Pasi terbukti. Jalan yang harus dilalui adalah medan dengan batu besar, dan terjal. Bahkan harus menaiki tak kurang dari tiga bukit, kemudian menuruninya lagi dengan kondisi jalan licin.

Dari Pak Wo Pasi inilah yang sekaligus penggarap salah satu sumur minyak tua saya mendapat informasi lokasi sumur tua Gegunung dan bermurah hati menjemput saya di pertigaan yang mengarah ke Plantongan. Perjalanan malam menyusuri jalan setapak yang biasa dilalui para pengambil, warga setempat biasa menyebut pengusung, minyak mentah dengan Pak Wo Pasi sebagai pemandunya.

14047548221752775487

Lebih lanjut kata Pak Wo Pasi Pengusung biasa menggunakan motor untuk mengangkut minyak mentah dengan jerigen yang ditumpuk berkapasitas lebih dari 200 liter. Bisa bayangkan denga medan yang sedemikian pengusung ini membawa tak kurang dari 6-7  jerigen atau kurang lebihnya 200 liter. Saya saksikan sendiri karena beberapa kali berpapasan dengan pengusung ini.

Pak Wo Pasi, lelaki gaek yang juga merangkap perangkap Desa di sebuah Desa di Kecamatan Bangilan ini mengatakan, dari beberapa orang yang akrab dengan aktifitas di jalanan itu tak satupun ada warga setempat, termasuk warga Sidonganti. Warga Desa SSidonganti jarang yang tertarik ikut menambang. Mereka menganggap tidak ada manfaat. Mereka lebih senang bertanam, seperti yang dia lakukan dengan menjadi petani singkong di lahan milik Perhutani KPH Jatirogo tersebut. Kalau dulu memang ada yang mengambil lentung (minyak menta), tapi dibuat untuk membakar sampah saja. Tambah lelaki brewok tersebut.

14047550371914109204

Terhitung hampir 1 jam berkendara di atas jalan berbatu sepanjang 18 kilo meter, akhirnya terlihat camp, semacam tempat melakukan penambangan tradisional tersebut. Lokasinya berada di bawah bukit.  Dari atas bukit yang saya pijak terlihat tenda warna biru. Juga susunan kayu yang dibentuk seperti menara, serta sayup-sayup suara mesin desel dan kerlip lampu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline