Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (KPRK-MUI) kembali menggelar Kongres Muslimah Indonesia (KMI) Ke-2 yang berlangsung di Hotel Grand Cempaka Jakarta, Senin, 17 Desember 2018.
Event yang digelar selama tiga hari ini, 17-19 Desember 2018 menghadirkan dua menteri Kabinet Kerja yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin serta 200 tamu undangan lainnya.
Acara yang dibuka Wakil Ketua MUI KH Drs. H. Zainut Tauhid Sa'adi, M.Si ini mengangkat Tema "Ketahanan Keluarga Dalam Membentuk Generasi Berkualitas di Era Globalisasi".
Sebagai Keynote Speech pertama, Menkeu Sri Mulyani menyampaikan tentang dampak arus globalisasi terhadap Ketahanan Keluarga Indonesia.
Menurut Sri Mulyani, batas-batas geografis antara negara semakin menipis bahkan menghilang. Dunia menjadi keluarga global. Sehingga Arus informasi semakin bebas masuk ke Keluarga kita.
Orang tua tidak bisa lagi mengontrol informasi dan pemahaman yang masuk ke anak-anak kita. Karenanya, agama Islam adalah Rahmatan Lil Alamin Rahmat, rahmat Bagi seluruh umat manusia sebagai jangkar sekaligus kompas bagi anggota keluarga.
"Agama menjadi jangkar sekaligus kompas ketahanan keluarga. Generasi berkualitas adalah mereka yang punya pengetahuan, karakter, keimanan dan kejujuran dan menghadapi tantangan globalisasi dengan kepala tegak dan hati bersih dan mencari solusi bagi perbaikan dunia,"katanya.
Selain itu, Ia menekankan Kunci generasi berkualitas adalah pendidikan, kesehatan serta gizi yang baik.
Sementara itu, Menag Lukman Hakim Saifuddin mengatakan keluarga merupakan unit terkecil dari sebuah masyarakat. Era globalisasi telah membuat pemahaman keagaman beragama kita semakin kompleks. Ia menekankan perlunya anggota keluarga diberi pemahaman akan keragaman (kemajemukan).
Pendidikan kepada anak penting tapi lebih penting lagi pendidikan kepada orang tua dan calon orang tua, karena orang tua khususnya Ibu adalah Madrasatul Ula, sekolah pertama dan utama bagi anak anaknya.
Peranan pendidikan pra nikah sangat penting demi terwujudnya Orang tua yang arif melihat keragaman dan siap menjadi orang tua dan mengetahui kewajiban dan hak masing-masing.
Kata Menag, tugas kita bukan untuk menyatukan keragaman tapi justru kearifan melihat kemajemukan, sehingga anak nantinya tidak mudah menyalahkan orang lain yang berbeda dengan pemahamannya.