Lihat ke Halaman Asli

Jong Celebes

pengajar

Tayangan Televisi Nihil Nilai edukasi

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tontonan televisi sudah mengambil jatah akal  sehat anak-anak Indonesia, fenomena ini akan menciptakan generasi melek sinetron tapi buta moral etika.  Kenapa begitu, lihat saja tayangan sinetron diberbagai tv swasta di tanah air, semua menjajakkan mimpi dan hedonisme serta kegiatan ‘asusila’. susila budaya timur telah ditabrak habis.  Hanya mempertontonkan budaya popular nihil edukasi.  Apakah  para pemilik modal media menyadari ini? Atau sengaja menutup mata atas program dekadensi moral yang terjadi, ini bisa menjadi  silent killer jiwa anak-anak Indonesia, mereka yang kadang berteriak nasionalisme dan perubahan bangsa.

Satu satu contoh sinetron  yang paling over acting dan menjual mimpi adalah  sinetron GGS (Ganteng-Ganteng serigala), yang katanya  mencapai rating tertinggi nasional. Artinya efek sosialnya sudah hebat membetot banyak pasang mata masyarakat Indonesia, segala level umur. Untuk orang dewasa tidak menjadi soal, namun bagaimana dengan anak-anak dan remaja yang masih masa pencarian jati diri?? Isi cerita dan setting prilaku pemainnya sangat bertolak belakang dari budaya timur.  Budaya malu mempertontonkan aurat dan prilaku pacaran  yang tak layak ditonton anak-anak dan remaja.

Masalah ini  harus menjadi concern KPI sebagai lembaga yang diberi tugas menseleksi kelayakan tayang sebuah film atau sinetron, dan mempelajari efek bagi generasi bangsa masa depan.  Apa yang akan diharapkan dari cerita yang diangkat bagi perkembagan jiwa dan pikiran anak-anak kita, bukankah anak-anak adalah sebagai makhluk peniru handal. Gaya hidup  yang dipertontonkan akan menjadi copas oleh bagi mereka dan  mengalahkan nilai-nilai agama yang didapatkan dari keluarga atau sekolah.

Sebuah keprihatinan yang wajar bagi para orang tua yang memiliki anak-anak usia emas bagi tumbuh kembang jiwa dan pikirannya.  Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi, masyarakat yang peduli pendidikan generasi harus menkritik fenomena tidak mendidik ini hingga sampai pada para pemangku kepentigan dalam hal ini KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) sebagai regulator penyelenggara penyiaran di Indonesia sehingga masyarakat bias mendapatkan siaran yang sehat dan mendidik watak bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang sbb :

Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3:

Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia

Tayangan atau tontonan yang tidak mencerminkan isi undang-undang atau tidak membina watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa mencerdaskan kehidupan bangsa, lebih baik dihentikan dan ditiadakan.  Karena  tugas mendidik generasi bukan hanya tugas sekolah, lingkungan keluarga namun tugas seluruh pihak, termasuk penyedia penyiaran di tanah air tidak pandang bulu, meskipun media tersebut milik para politisi sekalipun. sekian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline