Yusni damopolii-Jumadi mori Tuasikal-Bimbingan dan Konseling-Universitas Negeri Gorontalo
Kesetaraan akses pendidikan telah lama menjadi topik hangat dalam wacana pembangunan nasional. Salama ini kesetaraan akses Pendidikan terus mencorakkan isu yang selalu menjadi perbincangan di Indonesia. Pada permasalahan yang terjadi sekarang pemerintah mengusahakan segala ikhtiar untuk meningkatkan akses Pendidikan. Akan tetapi, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Meskipun berbagai kebijakan telah dicanangkan, seperti program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan wajib belajar 12 tahun tapi masih tedapat banyak anak-anak yang kesulitan untuk bisa mengakses pendidikan yang layak. Apakah kesetaraan akses pendidikan benar-benar tercapai, atau masih menjadi mimpi yang jauh?
Indonesia, sebagai negara kepulauan, menghadapi tantangan geografis yang signifikan dalam menyediakan akses pendidikan yang merata. Di daerah perkotaan, fasilitas pendidikan seperti sekolah, internet, dan transportasi umumnya lebih baik dibandingkan dengan daerah pedesaan. Di desa-desa terpencil, akses jalan yang sulit dan minimnya fasilitas pendidikan menjadi hambatan utama dari kesetaraan Pendidikan saat ini.
Selain faktor geografis, kondisi ekonomi juga menjadi penghalang utama dalam kesetaraan akses pendidikan. Meskipun pendidikan dasar di Indonesia gratis, banyak keluarga dengan penghasilan rendah yang kesulitan untuk membiayai kebutuhan sekolah lainnya seperti buku, seragam, dan transportasi. Untuk orang-orang dari keluarga kurang mampu, pendidikan sering kali dianggap sebagai kemewahan yang sulit terjangkau. Akibatnya, mereka lebih memilih untuk membantu orang tua bekerja daripada melanjutkan pendidikan.
Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Berbagai program diluncurkan untuk meningkatkan kesetaraan akses pendidikan, seperti pembangunan sekolah-sekolah baru di daerah terpencil, program beasiswa untuk siswa kurang mampu, dan pelatihan guru-guru di wilayah pedalaman. Namun, implementasi kebijakan ini sering kali dihadapkan pada berbagai kendala, mulai dari birokrasi yang rumit, hingga anggaran yang terbatas. Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program untuk mengatasi Ketidaksetaraan ini, seperti Program Indonesia Pintar dan pembangunan sekolah-sekolah di
daerah terpencil. Namun, efektivitas program-program ini masih perlu ditingkatkan. Keterlibatan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan program Pendidikan, dalam hal ini juga masyarakat sangat penting untuk memastikan keberhasilannya.
Teknologi dapat menjadi solusi untuk mengatasi kesenjangan akses pendidikan. Penggunaan platform pembelajaran online dan penyediaan akses intermet di daerah terpencil dapat membantu siswa mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Namun, implementasi teknologi ini juga memerlukan infrastruktur yang memadai dan pelatihan bagi guru dan siswa.
Program digitalisasi Pendidikan ini sebagaimana yang telah direncanangkan selama pandemi Covid-19 juga belum sepenuhnya merata. Banyak daerah yang masih kesulitan mengakses internet, sehingga anak-anak di wilayah tersebut tidak bisa mengikuti pembelajaran daring. Ini menunjukkan bahwa meskipun kebijakan sudah ada, tantangan di lapangan masih sangat besar. Kesetaraan akses pendidikan di Indonesia ini masih merupakan sebuah mimpi yang belum sepenuhnya menjadi kenyataan. Meskipun ada kemajuan, tetapi masih akan memiliki banyak hambatan yang mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia.
Di tengah berbagai upaya yang dilakukan, pertanyaan besar tetap muncul: apakah kesetaraan akses pendidikan hanya mimpi atau dapat menjadi kenyataan? Jawabannya tergantung tanggung jawab, keterikatan dan juga keperdulian dari beragam masyarakat dan kepemerintahan serta sekmen ekonomi besar yang ada di Indonesia. Tanpa adanya sinergi yang kuat, kesenjangan akses pendidikan akan terus ada dan menjadikan mimpi kesetaraan itu semakin jauh dari kenyataan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H