Lihat ke Halaman Asli

Jangan Biarkan Perpustakaan Kita Membusuk

Diperbarui: 17 Februari 2018   13:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

JANGAN BIARKAN PERPUSTAKAAN KITA  MEMBUSUK

Oleh : Ade Jaja Nurjaman

Gempuran smartphone yang sangat dahsyat  pastinya memberikan dampak yang sangat besar, dan tentunya dampak yang terjadi sangat variatif dan berpengaruh pada berbagai sisi dalam kehidupan masyarakat.

Sekolah adalah lembaga yang selalu hadir dalam berbagai siklus perubahan, dan target pasar paling menjanjikan adalah sekolah. Mulai dari pasar kebaikan bahkan pasar keburukan, karena disadari atau tidak sekolah adalah lembaga peniru dan perubah jaman khususnya siswa sebagai satu bagian dari stake holder sekolah.

Jika membuka dan melansir data-data kebelakang, negara Indonesia merasa sudah biasa dengan deretan prestasi yang negatif. Pada bidang literasi khususnya, seperti data yang disampaikan oleh kompas.com menyebutkan bahwa  United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menunjukkan, persentase minat baca anak Indonesia hanya 0,01 persen. Artinya, dari 10.000 anak bangsa, hanya satu orang yang senang membaca. Jika penduduk Indonesia pada tahun 2016 berjumlah 257.912.349 jiwa, maka kita bisa memperkirakan hanya ada 25791 orang yang memiliki minat baca. Ini adalah deretan angka yang sangat  memprihatinkan.

Selain itu , menurut pendiri Yayasan Pengembangan Perpustakaan Indonesia, Trini Hayati, salah satu penyebab rendahnya minat baca anak adalah kesulitan akses untuk mendapatkan buku. Semangat baca yang tinggi pun menjadi tidak berarti tanpa adanya buku yang bisa dibaca..

"Rasa tertarik ada tapi untuk mendapatkan akses buku susah. Jadi, minat baca anak kurang," ujar Trini, seperti dikutip Kompas.com, Kamis (11/5/2017).

Sebagian besar masyarakat Indonesia kesulitan mengakses buku. Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT), contohnya. Masih sedikitnya jumlah perpustakaan dan koleksi buku di wilayah NTT tak bisa dipungkiri ikut membatasi tumbuhnya minat baca.

Keadaan tadi semakin hari semakin membaik, karena jika dilihat dari sisi yang berbeda, ada banyak lembaga ataupun organisasai masa yang memiliki semangat untuk mengubah keadaan tadi, mereka adalah para pejuang literasi yang benar-benar mencurahkan kemampuan mereka untuk meningkatkan minat baca penduduk Indonesia. Kita sebagai warga negara Indonesia sangat terus berharap para pegiat literasi dan pengentas buta huruf terus bermunculan dan tentunya memberikan dampak kebaikan untuk meningkatkan minat baca seluruh warga Indonesia.

Selanjutnya jika kita beralih melihat kondisi lain, keadaan masyarakat perkotaan khususnya, yang dibanjiri berbagai anugerah berupa fasilitas perpustakaan. Ternyata keadaanya tidak lebih baik jika dibandingkan dengan wilayah yang minim akan akses buku dan perpustakaan. Walaupun dibeberapa daerah perpustakaan didirikan dan dirintis, ternyata tidak sanggup mendongkrak minat pembacanya.

Keberadaan teknologi yang memang tidak akan pernah bisa kita pisahkan dari helaan nafas perubahan kita, sepertinya memang tidak layak jika terus dijadikan kambing hitam sebagai kontributor terbesar dalam menurunkan minat baca rakyat indonesia, karena sebelum smartphone hadirpun nyatanya kita masih disajikan beberapa fakta bahwa semangat rakyat Indonesia untuk membaca sangatlah rendah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline