Membaca tayangan dan reportase berbagai media belakangan ini tentang korupsi yang merajalela di indonesia, benar-benar membuat miris nurani. Terlebih jika dibandingkan dengan berita-berita mengenai rakyat di berbagai pelosok meregang nyawa karena dihimpit oleh kemiskinan. Terlepas haramnya perbuatan bunuh diri dalam Islam, karena Allah sendiri melarang bunuh diri dikarenakan alasan nafkah, akan tetapi bagi mereka yang sedang terhimpit kemiskinan seringkali mengambil jalan pintas. Kita mungkin sama-sama mengetahui berita-berita terakhir mengenai aksi plesir wisata Gayus, seorang terdakwa kasus korupsi pajak dan juga bagaimana seorang walikota yang berstatus PESAKITAN TAHANAN dapat melantik jajarannya dari balik sel penjara jeruji besi tahanan.
Negeri apakah ini?
Tidak salah jika beberapa waktu lalu seorang anak negeri mengumandangkan puisi karangannya berjudul "NEGERI PARA BEDEBAH" untuk menggambarkan keadaan negeri ini. Ya, memang tidak salah. Negeri ini memang NEGERI PARA BEDEBAH!!!
Negeri ini adalah NEGERI SARANG PENYAMUN. Dimana para BEDEBAH, PENYAMUN, DURJANA, dengan JUMAWA-nya melenggang di hadapan manusia. Tanpa rasa MALU. Bahkan tidak sedikit pula para BEDEBAH itu dengan "SOPAN" berpose selayaknya "MANUSIA SUCI" membagi-bagi "SEDEKAH", seolah DARMAWAN.
Apakah ini hanya SU'UDZHAN belaka? Kita semua bisa menilai itu dengan hati nurani dan logika sehat kita. Dan InsyaAllah akan ditemukan jawaban yang sama.
Lalu mungkinkah negeri ini telah menjadi NEGERI PARA MAFIOSO?
Sangat bisa jadi. Coba saja tengok segala upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Selalu berakhir dengan tidak klimaks. Anda tentu mengerti bagaimana rasanya jika tidak mendapatkan sensai dari klimaks itu. Begitu pula dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Selalu tidak klimaks. Sehingga selalu membuat kita merasa ingin meledak menyaksikan segala bentuk ketidak-adilan yang dipertontonkan oleh para pemimpin.
Lagi, benarkan negeri ini sudah dikendalikan oleh para mafioso? Sangat boleh jadi jawabannya adalah, YA. Bagaimana mungkin kasus Gayus hanya berhenti sampai Gayus seorang? Padahal semua aksinya mengindikasikan banyak pihak yang tersangkut. Sangat logis jika kita menilai GAYUS kembali menjadi tumbal para mafioso. Karena arahnya semakin menjauh dari inti kasus yang sebenarnya. Semakin menjauh dari PARA BEDEBAH pihak-pihak yang berkepentingan atas nama baik mereka.
Coba kita renungkan, bagaimana mungkin seorang GAYUS mampu KELUAR TAHANAN? Lalu APA MOTIF-nya? Siapa yang hendak ditemui oleh gayus? Pertanyaan-pertanyaan ini seharusnya yang menjadi inti dari penyelesaian kasus ini. Tapi apa lacur. Bahkan media-pun dikuasai oleh para bedebah itu. Sehingga mereka menggiring opini masyarakat bahwa yang bersalah adalah pihak-pihak di bagian imigrasi. Bagaimana mungkin pihak bagian imigrasi dapat berhubungan dengan Gayus jika tidak di kunjungi lebih dahulu oleh Gayus? Dan bagaimana mungkin Gayus bisa mengunjungi bagian imigrasi jika tidak diketahui oleh bagian tahanan? Dan bagaimana mungkin motif kepergian gayus tidak diketahui jika ada yang memberi ijin untuk keluar tahanan.?
Inilah realita negeri ini. Yang telah menjadi NEGERI PARA MAFIOSO.
Related Articles: