Membaca novel Lelaki Duka karya novelis Eche Subki.S membuat kita seakan-akan berada pada situasi kerumitan nasip dan perjalanan hidup manusia laki-laki.
Ini karena dibagian pertama saja atau di bab pertama novel dengan sub judul Percikan Doa ini tercermin betapa Lesmana sebagai tokoh sentral dari novel Lelaki Duka teramat nyata tergambarkan situasi bathinnya yang gundahmenggulana, bahkan cenderung mengalami sindrom atau kepanikan jiwa akibat lilitan masalah yang bertubi-tubi hingga kemudian ia berpikir jika saja ia bisa mengkalkulasi takdir yang ditimpakan Tuhan kepadanya, maka ia tak akan menanggung derita panjang.
Dari bab awal, sepertinya penulis dengan sengaja memborbardir sisi psikologis tokoh utama itu dengan mengekploitasi bagian penting dari tipikal seorang laki-laki yang idealnya tergambar tangguh, kokoh, tidak cemen, dan beragam gambaran tipikal laki-laki lazimnya, menjadi sebaliknya, Lesmana sebagai wujud laki-laki dengan predikat suami dengan satu putra, harus pontang-panting menaklukkan nasipnya sendiri yang menurutnya tak pernah disinggahi keberuntungan.
Jika pun keberuntungan menyinggahinya, itu tak berlangusng lama, dan dipastikan beragam terjangan masalah mulai dari ekonomi rumah tangga, perselinghan Dewi sang istri, hingga masalah terkait pekerjaannya silih berganti menggodam kehidupannya.
Tentang pilihan judul, ini tentu bukan faktor kebetulan. Karena secara umum jika kita cermati esensi pesan cerita yang ditulis novelis Eche Subki. S dari kesemua bab dari 26 bab yang ada secara keseluruhan merupakan dramatisasi dari betapa tokoh Lesmana tak ubahnya seperti manusia laki-laki yang nyaris dari seluruh perjalanan hidupnya terbungkus dengan banyak kesialan, hingga kemudian pilihan judul yang “tepat” dari novel karya pedagang burger ini adalah Lelaki Duka. Lelaki yang sepanjang hidupnya senantiasa diliputi duka, duka yang panjang.
Sebuah judul novel yang sudah barang tentu akan memudahkan pembaca untuk bermain tebak-tebakan, bahwa bisa dipastikan isi novel tersebut bercerita tentang duka panjang seorang laki-laki, Lelaki Duka. Yang mana dari judul saja, sudah merefresentasikan isi buku secara keseluruhan.
Pada cover depan novel Lelaki Duka, ada semacam sinopsis yang sengaja ditempatkan oleh penulis dengan perhitungan, pembaca akan dengan mudah menangkap batang tubuh pesan serta bagian-bagian penting yang merupakan esensi pesan inti dari novel itu sendiri.
“Sebagai lelaki, suami dari istri dan ayah dari satu putraku, aku merasa banyak hal yang membuatku tidak layak menyandang predikat sebagai suami, bahkan menyandang nama ayah untuk putraku Tegar. Selama bertahun-tahun membangun mahligai rumah tangga bersama istriku, aku belum bisa membahagiakannya secara materi termasuk dengan Tegar putra tunggalku.
Justru sebaliknya, mereka banyak kulibatkan dengan banyak persoalan yang secara tidak langsung membuat dua belahan jiwaku menderita : Inilah deritaku, derita lelaki, lelaki duka.”
Jelas ini sebuah penggiringan yang dirancang sekaligus diformulasikan oleh novelis Eche Subki. S agar pembaca tahu, bahwa ia sudah meletakkan kompas dengan satu mata angin yakni “Kedukaan panjang yang melilit seorang laki-laki.”