Hari ini, Jum'at 26 Oktober 2012--bisa jadi merupakan--pelaksanaan shalat ied dan hari raya iedul adlha bagi umat islam seluruh dunia. Berbeda dengan pelaksanaan shalat iedul fitri, hari raya iedul adlha lebih cenderung pada "kekompakan" waktu pelaksaannya karena seluruh mata dunia berkiblat pada hari dimana wukuf dilaksanakan, yaumul 'arafah, sebagai penentu jatuhnya hari raya iedul adlha. Disebut ied aldha, tentunya, kita tidak sekedar tahu, sebab setiap tahun pada khutbah-khutbah iedul aldha khotib selalu mengusung tema tentang histori Nabi Ibrahim as. yang mendapat perintah Tuhannya untuk mengorbankan (menyembelih; adlha-udlhiyah) putra tercintanya, Nabi Isma'il as.
KETAATAN YANG TAK KENAL TAWAR-MENAWAR
Lepas dari histo-analisis proses pengorbanan Nabi Ibrahi-Isma'il alaihimas salam, ada beberapa pelajaran yang patut untuk kita tela'ah;
1. Kesabaran Nabi Ibrahim menerima perintah mengorbankan sesuatu yang sangat ia cintai, mengingat kelahiran Isma'il adalah anugerah terbesar dari Tuhannya setelah sekian lama mendambakan kelahiran seorang putra.
2. Sikap pasrah Nabi Isma'il ketika diberitahukan adanya perintah Tuhan untuk menyembelihnya tanpa banyak terjadi adu argumen antara ayah dan anak. Dengan nada taat Isma'il kecil berkata : 'Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar'." (37:102)
Buah kepasrahan Isma'il bukan dari sebab bahasa yang dipakai Nabi Ibrahim kepada anaknya, Isma'il, yang bernuansa tekanan atau MENGATAS-NAMAKAN TUHAN, melainkan sebuah dialog yang sangat halus sekali, "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!"
Totalitas kesabaran Nabi Ibrahim dan ketaatan Isma'il kecil, (banyak yang berpendapat, saat turunnya perintah penyembelihan umur Isma'il waktu itu baru 6-7 tahun ada juga yang menyebutkan 12-13 tahun), dapatkah kita nilai sebagai bentuk ketaatan yang buta? Prilaku Nabi Ibrahim-Isma'il alaihimas salam, dalam kontek ini--menurut saya--tidak lain adalah sebuah gambaran tentang MUTU dan keberhasilan pendidikan mental spiritual (keagamaan) seseorang.
Inilah yang ditekankan Tuhan kepada semua muslim untuk masuk (memahami) islam secara kaffah ( totalitas ) tidak setengah-setengah, tidak sekedar KTP-nya saja yang islam sebagaimana seruan-Nya, "Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian." [2 : 208]
KURBAN SETENGAH HARGA-HATI
Sebagaimana hari raya iedul fitri yang identik dengan puas dan zakat fitrhnya, hari raya iedul adlha-pun diidentikan dengan PENJAGALAN sejuta binatang ternak (kambing, sapi-di Indonesia), pesta daging disejumlah wilayah baik dengan mayoritas muslim maupun minoritas. Meskipun adanya PERINTAH melaksanakan kurban ini tidak sampai pada level WAJIB, namun tetap saja disetiap tahunnya ada yang melakukan kurban. Karena pressure of force hukum yang berbeda antara PRASYARAT pesta iedul fitri dan iedul adlha (wajibnya zakat fitrah dan sunah melakukan kurban) akhirnya menghasilkan aksi yang berbeda pula.
Perbedaan ini sangat mencolok sekali dari sisi PENERIMA. Kalau untuk urusan zakat fitrah setidaknya sudah ada bandrol-harga mati-penerima, sementara untuk kurban ada kelonggaran, orang yang berkurban, orang miskin dan yang kaya pun boleh menerima/mendapat bagian. Hukum pembagian daging kurban yang relatif longgar ini pula yang akhirnya tetap menjadikan distorsi bagi kaum miskin, dalam jumlah porsi penerimaannya.