Lihat ke Halaman Asli

Ndak Suka Lapar

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ramadhan tahun lalu, Abu Macel kedatangan tamu. Dr. Adam Tyson, seorang Nasrani dan Dosen Politik Asia Tenggara di Universitas Leeds Inggris. Ia ditemani Pak Imam Nurul, seorang guru yang bertubuh tambun dan brewokan.

“Kami diminta kemari setelah direkomendasi oleh Pimpinan Pondok Pesantren Qomarul Huda, Bagu untuk diskusi tentang sosial politik di NTB.” Demikian mukaddimah Imam Nurul mengenalkan doktor politik ini pada Abu Macel.

Kami bersalaman dan mempersilahkan duduk di berugak. Serambi khas Lombok itu menghiasi rumah “mewah” alias mepet sawah milik Abu Macel. Bertiga bersandar diantara keempat tiangnya. Tak semua bisa dituturkan melalui tulisan ini, sebab banyak hal hanya kami saja yang tau.

Rupanya Mr. Adam belum terbiasa duduk lesehan. Ia tampak kesulitan melipat kedua kakinya bersilangan dan ahirnya memutuskan untuk bersandar dengan meluruskan sebelah kaki, dan sebelahnya lagi dipakai menyangga buku sambil menulis.

“Tak ada air yang kotor, yang ada hanya air diisi kotoran. Demikian pula politik, tak ada politik yang kotor yang adalah politisinya yang brengsek.” Kata Abu Macel sambil mengamati kartu nama milik Adam.

Manusia itu dilahirkan suci. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya merah, kuning, hijau dilangit yang biru dalam melakoni hidup. Demikian sabda Sang Junjungan Alam. Orang tua mencontohkan cahaya, yang didapat tentu sinar terang, demikian juga sebaliknya.

Mencontohkan lho… bukan menganjurkan. Kebanyakan dari kita lebih pandai menganjurkan daripada mencontohkan, akibatnya tak banyak yang mematuhi anjuran, malah mangikuti yang dicontohkan. Sebab antara anjuran yang didengar dan contoh yang dilihat tak bersesuaian. Laksana kamera tak ketemu fokusnya.

Orang tua menganjurkan menabung, tapi orang tua lainnya mencontohkan nyolong. Orang tua menganjurkan damai, orang tua lainnya merancang pertikaian. Orang tua menganjurkan sekolah, orang tua lainnya menentang belajar. Orang tua menganjurkan jadi pemimpin yang jujur, orang tua lainnya menjegal dan mencibir dengan beragam analisa.

Orang tua menganjurkan saling menghormati, orang tua lainnya saling mencaci. Orang tua menganjurkan puasa, orang tua lainnya ngamuk ngeliat warung buka di siang hari. Orang tua membunyikan Qur’an, orang tua lainnya membunyikan mercon.

Diskusi mengalir deras, bak air bah yang tumpah. Adam tak henti-hentinya menulis. “Saya banyak mendapat pemikiran baru dari anda.” Katanya dan obrolan terus meningkat hingga sampai pada metode pengajaran di pesantren.

“Kalau kami di kampus kan sangat terbuka. Kalau mahasiswa tak sependapat dengan sang Professor, mereka bisa langsung membantah saat itu juga. Bagaimana dengan di pesantren?” tanya Adam

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline