Aku tiga kali seminggu ke luar kota dengan bus umum AKDP (antar kota dalam propinsi), biasanya aku pilih bus yang di kaca depan tertempel tulisan besar "AC tarip biasa", artinya bus ber AC taripnya normal bukan bus Patas, murah dan ber AC lagi, pilihan yang logis khan. Bus biasa artinya siapapun boleh naik/turun, sesuai kebutuhan penumpang. Tidak terkecuali para pedagang dan pengamen, yang bebas naik dan turun saat bus berhenti di jalan.
Cara mengamen modus baru yang saya jumpai antara Krian-Jombang (Jawa timur) ini bergaya mencari sumbangan. Ketika bus berhenti menaikkan penumpang di jalan, pengamen ikut naik, lalu membagi amplop pada setiap penumpang. Diamplopnya tertulis "saya bisu tuli asli, minta sumbangan untuk menghidupi keluarga saya dengan tiga anak dan istri, semoga amal anda bla bla bla . . . . . . . .". Setelah amplop terbagi, kemudian pengamen tadi "menyany", biasanya dengan iringan tepuk2 tangan atau alat ecek2. Karena bisu tuli (asli), maka yang tersaji tentunya bukan alunan lagu tetapi hanya suara : " akh . ukh . .khuk . .. chekg, kherg. . . . . . ." yang (maaf) sangat tidak kita mengerti artinya dan tentu tidak ada unsur menghibur nya. Beberapa penumpang yang merasa iba biasanya tidak segan memasukkakn uang "sumbangan" ke amplop, tetapi bagi penumpang seperti ku yang hampir tiap hari menghadapi kejadian seperti ini ada kalanya memberi ada kalanya tidak, dan kami ber-tanya2, benarkah mereka "asli".
Saya perhatikan"'cara baru" pengamen "bisu tuli asli" ini mulai ada kira2 baru setahun terakhir ini, mulai ada dan banyak kalau tidak boleh menyebut "musim". Karena banyak inilah yang membuat penumpang ber-tanya2 , memang "asli" kah mereka, atau . . . . . . . . . . . . . . . . . . sulit untuk tidak mengatakan bahwa mereka "tidak asli".
Rupanya jaman sulit ini, orang harus kreatif untuk agar tetap hidup, dan kita tahu bahwa saudara2 kita pengamen melakukan "asli/tidak asli" ini pasti bukanlah cita2 mereka. Hanya saja kami kadang berfikiran bahwa yang mereka lakukan hanyalah cara gampang2an untuk mendapatkan fulus, bayangkan bisu tuli "asli lagi", tetapi ngamen, sungguh tidak rasional. Entahlah, melihat pengamen yang dari kehari wajah2 itu2 saja yang muncul, kadang membuatku enggan memasukkan "sumbangan" ke amplop mereka. "Mohon maaf ya mas".