Lihat ke Halaman Asli

Abu Jafar

Knowledge contributor

Kata "Gobl*k" Gus Miftah: Perspektif Teori Komunikasi Publik & Dakwah

Diperbarui: 4 Desember 2024   09:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Youtube Tribun Sumsel (Ceramah Gus Mifat Sebut Pedagang Es "gobl*k")

Miftah, seorang pendakwah yang dikenal dengan pendekatan santai dan tegas, menuai perhatian setelah menggunakan kata "gobl*k" dalam ceramahnya. Ungkapan ini memicu berbagai tanggapan, dari dukungan hingga kritik. Dari perspektif komunikasi publik, fenomena ini dapat ditinjau melalui Teori Agenda Setting dan Teori Dramaturgi, serta Teori Dakwah Bil Hikmah dalam konteks dakwah Islam.

Teori Agenda Setting

Teori ini menunjukkan bagaimana figur publik atau media dapat memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap suatu isu. Saat Gus Miftah menggunakan kata tersebut, pembahasan tentang ceramahnya langsung viral di media sosial. Gaya bicaranya yang lugas mampu menyoroti isu penting seperti kesadaran agama dan kritik sosial. Melalui pendekatan yang eksplisit, ia berhasil memancing diskusi mengenai batasan bahasa dalam komunikasi dakwah, sekaligus menarik perhatian khalayak yang mungkin kurang peduli pada pesan agama.

Teori Dramaturgi

Menurut Erving Goffman, komunikasi publik mirip dengan panggung teater, di mana setiap individu memainkan peran tertentu di hadapan audiens. Dalam kasus ini, Gus Miftah membangun citra sebagai ulama yang akrab dengan masyarakat umum namun tetap berwibawa. Pilihan kata "gobl*k" menjadi elemen strategi komunikasi yang menciptakan kejutan dan mendekatkan dirinya dengan audiens. Hal ini menunjukkan bagaimana ia menggunakan "persona" sebagai sarana menarik perhatian dan membangun hubungan emosional.

Teori Dakwah Bil Hikmah

Teori ini menekankan pentingnya menyampaikan dakwah dengan cara bijaksana dan lemah lembut. Pemakaian kata seperti "gobl*k" dianggap kurang sesuai karena bisa melukai perasaan sebagian audiens. Rasulullah bersabda: "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam" (HR. Bukhari). Prinsip ini mengingatkan pendakwah agar selalu menjaga kesantunan dalam menyampaikan pesan agama.

Fenomena ini menunjukkan pentingnya menyeimbangkan efektivitas komunikasi publik dengan prinsip etika dakwah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline