Lihat ke Halaman Asli

Jangan Tahan Upah Pekerjamu

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Prolog :

Seorang pekerja kasar harian pernah bercerita kepada saya, bahwasannya bosnya kerap lalai dalam membayarkan upahnya. Upah yang mereka sepakati biasanya adalah mingguan, dibayarkan setiap sabtu setiap pekannya. Seringkali si bos menjanjikan untuk membayarnya dihari sabtu, tapi dia tak kunjung jua datang. Sehingga banyak pekerjanya yang merasa diabaikan, diremehkan dan keluar dari kerjanya tersebut, itulah sebabnya, pekerjanya selalu saja berganti ganti.

Dilematis memang, terkadang, orang membayangkan bisa bekerja di kota besar dengan upah yang wah, namun faktanya, gajinya kecil, sudah kecil, makan juga diambil dari gajinya tersebut pula, dan terkadang perbandingannya lebih baik bekerja dikotanya sendiri, karena untuk sebuah pekerjaan kasar, dikotanya sendiri justru diberikan makan, kopi, kue dan jatah lainnya. Dan kehidupan para pekerja kecil ini sangat kontras dibanding dengan majikan mereka yang glamour, serba berkecukupan, dan seharusnya sang majikan menyadari ini, pekerjanya tak seperti dirinya yang memiliki kekurangan dalam hal rizki, makan enak, tidur nyaman, sakit mudah berobat, dan kemana mana shoping tidak khawatir karena ATM selalu terselip disana, belum lagi dia dengan mudah berganti ganti kendaraan yang lux dan super mewah.

Adapun si pekerja kecil, uang Rp. 20.000, – saja sudah sangat berharga. Bahkan ketika ban motornya bocor pun, dia harus menitipkan KTP nya karena didompetnya kehabisan uang. Belum lagi harus memikirkan makan harian, kebutuhan anak istri tercinta di kota asalnya, biaya pendidikan anak anaknya, dan tak sedikit mereka yang menahan diri hanya makan 2x. berbeda dengan sang majikan yang gemuk, dan senang makan disana sini dengan sangat mudahnya.

Dikota saya, seorang pekerja harian bisa mendapatkan upah sebesar Rp. 70.000,-/harinya. Pagi dikasih kopi, kue, snack, rokok, siangnya dikasih makan, sorenya disuguhi kopi dan kue. Adapun pekerja harian dikota besar, sudah penghasilannya Rp. 70.000,- / hari, pagi sarapan sendiri, siang makan bayar sendiri, dan sorenya cuma melongo makan angin saja.

Sedangkan, nilai sebuah kontrak pekerjaan, tentu lebih besar dikota besar ketimbang dikota kecil tempat saya tinggal, akan tetapi entah bagaimana para majikan disana bisa merasa enjoy saja, mungkin mereka berdalih dengan sistem, sudah ‘Urf (Adat kebiasaan), yang mana tentu saja kita tak bisa mengganggu gugat, paling hanya merasa prihatin saja dengan kontrasnya kehidupan mereka, sang majikan bangun siang, berleha leha dirumah, makan kenyang, sarapan asyik, kopi luwak harga ratusan ribu, kue yang seharga hampir gaji sehari para pekerjanya, nengok sekadarnya, dan membayar gaji semaunya, tapi kita berprasangka baik saja, mungkin hujan, macet, banjir, atau istri sakit, atau seabreg alasan lainnya yang tentu saja harus kita terima dan telan bulat bulat karena dia yang punya duitnya. Mau apa lagi? ya pasrah saja… mang darman.. Gaya VOC zaman Feodalisme itu memang masih ada.. Tragisnya, terkadang untuk Kasbon saja, susahnya luar biasa, bahkan ada yang diceramahin dulu, padahal itu hak mereka. Aneh memang..

Demikian keluhan beberapa pekerja harian di kota besar yang mereka sampaikan kepada saya..

Baiklah.. itu sekedar cerita saja, rona rona kehidupan yang memang realita adanya, memang merupakan bagian dari kehidupan para manusia, lebih tepatnya, Takdir masing masing manusia telah digariskan menurut kehendakNya.

Mari kita tinjau, bagaimana hukumnya menahan upah para pekerja dalam pandangan Islam.

Allah berfirman :

فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline