Lihat ke Halaman Asli

Abuifan

I am just me

Tidak Semua Programmer Bisa Membuat Program Aplikabel

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak alasan yang melatarbelakangi saya untuk menulis dengan judul di atas. "Tidak semua programmer bisa membuat program yang aplikable". Namun alasan cerita di bawah ini bisa dikatakan alasan utamanya.

Pada tahun 2011 kami pernah diminta oleh salah sebuah Perguruan Tinggi terkenal di wilayah Mojokerto Jawa Timur untuk menggarap sebuah proyek software akuntansi di yayasan sekolah tersebut. Berawal dari informasi salah seorang teman yang bekerja di sekolah tinggi tersebut kami singkat cerita bisa bertemu dengan pimpinan yayasan di sekolah tersebut untuk melakukan penggarapan software akuntansi yang dimaksud.

Pertemuan telah dilakukan dan proses follow up terhadap proposal yang kami ajukanpun telah dilaksanakan dengan baik. Tentu termasuk di dalamnya adalah persoalan nego-menego harga. Sampai harga dinego pada level separo yang kami tawarkan. Dan akhirnyapun pekerjaan diserahkan ke kami dengan kami menyetujui harga yang ditawarkan oleh pihak sekolah tinggi tersebut. Bukan berarti kami murahan, tapi memang banyak faktor yang melatarbelakangi "terpaksa" kami setuju dengan separuh harga.

Proses berikutnya selama 3-4 bulan berikutnya tentu saja kami disibukkan untuk menyelesaikan proyek ini. Berkali-kali kita melaksanakan diskusi untuk demi hasil yang terbaik terhadap software tersebut. Ketika sering diskusi dan ketemu itulah kami memperoleh banyak informasi mengenai vendor-vendor pengerja aplikasi software ini yang sebelumnya pernah dipanggil ke mereka. Ternyata kami bukanlah yang pertama ditawari mengerjakan software ini. Ada sekitar 4 vendor yang sebelumnya telah mencoba untuk mengerjakan software ini. Dan kamipun dapat informasi banyak bahwa keempat-empatnya ternyata tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang diharapkan. Sesuatu yang bagi kami tentu mengejutkan. Dari satu sisi kita merasa mendapat beban karena merupakan bisa dikata "the last one" harapan terakhir dari sekolah tinggi ini untuk bisa menyelesaikan software ini.

Sementara di sisi lain juga harus bisa menjaga nama baik sebagai sebuah vendor pemrograman bahwa kami (para vendor software) bukanlah para "penipu" dimana sesudah dapat DP pembayaran kemudian tidak bisa mengerjakan dan akhirnya lari. Sementara itu ketambahan juga faktor lain berupa harga yang kami ajukan ternyata hanya bisa disetujui separo saja. Sebenarnya mungkin kita bisa mundur, tapi ya apa daya kita ingin "berkenalan" dengan institusi pendidikan ini dan juga pingin menyelamatkan nama baik vendor software. Karena bagaimanapun kita juga butuh pengalaman dan jam terbang lebih banyak. Proyek yang menantang tentu tantangan tersendiri bagi kami.

Selain rasa senang karena akhirnya kami mendapat "giliran" untuk ditunjuk menjadi vendor di sekolah tinggi tersebut, kami juga merasa agak risih juga. Menyayangkan kenapa sampai vendor-vendor sebelum kami gagal semua dalam mengerjakan aplikasi ini. Sebegitu momokkah sulitnya pekerjaan ini sehingga mereka gagal? Ataukah memang ada faktor lain?

Hingga akhirnya.... Karena hampir tiap minggu kita ketemu dengan tim akuntansi dari sekolah tinggi tersebut maka semakin akrab pulalah pertemanan di antara kita. Keterbukaan mulai terasa di antara kami. Banyak cerita-cerita positif yang dapat kami ambil hikmahnya yang keluar dari bibir-bibir mereka. Dan di antara cerita-cerita tersebut adalah mengenai beberapa vendor penggarap sebelum kami. Dan dari cerita-cerita mereka tersebut kami dapat mengambil kesimpulan beberapa hal yang dapat menjadikan sebuah vendor gagal dalam memenuhi ekspektasi owner proyek adalah sebagai berikut :


  1. Komitmen. Untuk membangun sebuah sistem informasi yang baik yang dapat mengcover seluruh kebutuhan transaksional bisnis pada klien amat sangat dibutuhkan komitmen dari masing-masing pihak baik dari owner maupun dari vendor itu sendiri untuk menyelesaikan software sesuai dengan kebutuhan. Ini yang harus digarisbawahi. Tanpa adanya komitmen kedua belah pihak, mustahil software dapat diselesaikan dan dapat dipakai dengan baik. Kita dapati sebagiannya kurang memiliki komitmen. Hanya berlatar belakang memiliki sebuah software akuntansi yang bisa diedit-edit source codenya kemudian dia lakukan penyesuaian-penyesuaian sekedarnya terhadap fiturnya yang dimaksudkan agar bersesuaian dengan fitur di sekolah tinggi tersebut. Kalau demikian caranya ya tentunya sulit. Karena kebutuhan di setiap instansi itu adalah khusus atau spesial. Maknanya adalah kebutuhannya susah dibandingkan dengan instansi lain walaupun mungkin sejenis. Jika menggunakan metode demikian ya bisa dibilang sulit karena unsur ketidaksesuaiannya 50 % ke atas. baiknya ya membangun baru. Belum lagi harus dilakukan analisa menyeluruh terhadap kebutuhan sistem di sekolah tinggi tersebut. ya sulit. 2 kali kerja dikali 2 kali riset. Akhirnya biaya membengkak. Karena kehabisan biaya operasional, akhirnya lari. Handphone mati tidak bisa dihubungi. Sampai sampai akuntan sekolah tinggi ini pernah marah-marah dan menggebrak hasil pekerjaan salah satu vendor itu dan bilang :"Ya kalau software macam gini aja apa bedanya sama beli di pasar software bebas seharga 75 ribu itu?" Cukup menyakitkan.
  2. Biaya. Ini juga faktor penentu kenapa seorang programmer tidak bisa menyelesaikan proyeknya. Harga murah biasanya berkonotasi kepada murahan ada benarnya disini. Sebuah vendor software harus bisa mengkalkulasi biaya penggarapan software dengan baik. Harus diperhitungkan biaya HPP, operasional, biaya komunikasi, transportasi, biaya gaji anda, dan yang lainnya. Jangan terlalu berani mengambil pekerjaan yang diawal seakan kelihatan simpel padahal di dalamnya menyimpan potensi sistem yang kompleks. Sebelum membuat rancangan biaya, maka harus anda perhatikan betul setiap detil pekerjaan. Banyak vendor yang gagal karena tidak bisa membuat RAB yang baik.
  3. Background pendidikan. Tidak semua orang IT itu bisa segala macam software. Dunia persoftware-an itu sangat amat luas. Kemampuan seorang programmer dengan programmer lain biasanya selalu beda-beda bidang keahliannya. Sementara itu di masyarakat umum sudah ada stigma bahwa setiap orang yang ahli komputer pasti (harusnya) bisa menangani semua seluk beluk komputer baik software maupun hardware. Ini tidak logis. Sering kita lihat di masyarakat seorang sarjana komputer bidang sistem informasi ketika melamar pekerjaan di sebuah institusi mendapatkan tugas pekerjaan sebagai tukang mbenahi printer. Kemudian harus mengcover jaringan LAN, kemudian instalasi software, kemudian bikin program. Ya jelas ini namanya loncat lintas bidang. Sangat tidak rasional.
  4. Kemampuan programmer. Dan faktor yang paling menentukan adalah kemampuan programmer (vendor). Ada banyak programmer yang bisa menciptakan atau mendevelop banyak software yang bagus bagus. Merancang sistem software akuntansi yang (tampaknya) bagus, aplikasi macem-macem, dan lain-lain. Tapi menciptakan sebuah aplikasi yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh customer itu yang sangat sulit. Perlu orang yang memiliki kemampuan analisis tajam. Perlu orang yang memiliki jiwa penjelajahan terhadap logika berpikir klien. Perlu orang yang bisa menjiwai pekerjaan customer. Dan orang-orang yang bisa berpikir demikian sangat sedikit. Dari 100 programmer bisa jadi tidak sampai 10 yang bisa melaksanakan demikian.

Alhamdulillah kita di Amanah Solution pada waktu itu telah memiliki seorang programmer yang memiliki kekuatan sistem analys yang tajam. Sehingga proyek akuntansi di sekolah tinggi tersebut bisa diselesaikan dengan baik. Walaupun ada molor tapi tidak lama. Ya sekitar molor 2 pekan aja. Mengapa demikian (vendor yang lain tidak bisa sementara kita bisa?). Ya selain kita memiliki kemampuan kelimuan, kita juga komitmen bersedia untuk terus berdiskusi intens (minimal 1-2 pekan sekali) dengan owner dalam pengerjaannya. Karena membuat software itu bukan pekerjaannya tukang sulap yang langsung jadi sekali dapat instruksi. Pasti ada proses yang terus menerus. Nah proses inilah yang kadang susah ditangkap di awal oleh para klien sehingga memandang harga membangun software hanya murah saja.

Selain itu ada nilai plus di kita (Amanah Solution) pada waktu itu. Programmer kita memiliki kemampuan akuntansi yang sangat baik. Sehingga setiap kali diskusi dengan akuntan pihak sekolah tinggi, kita selalu bisa nyambung. Alhamdulillah akhirnya software selesai dengan baik.
Dan saat ini kejadian tersebut menjadi salah satu inspirasi bagi kami (Amanah Solution) untuk lebih banyak "mendidik" programmer untuk menjadi system analyst daripada menjadi pure "tukang" program saja. System analyst itu sangat penting di dalam menghadapi klien.

Imam Mabrur
operasional di amanahsolution
www.amanahsolution.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline