Lihat ke Halaman Asli

Pilih Ijtihad, Tarjih atau Taqlid?

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Apakah kita mau ijtihad secara independen atau berijtihad dalam madzhab, tarjih, atau memilih taqlid? Semuanya membutuhkan kemampuan dan mujahadah luar biasa, lebih-lebih sampai pada tingakatan ijtihad

MUSLIM di mana saja, di sepanjang sejarah ada yang malas menuntut ilmu, sehingga ia tetap berada dalam alam kebodohan. Ada yang berusaha untuk keluar dari alam kebodohan ini dengan menuntut ilmu. Dari orang-orang yang memiliki kesadaran ini, ada yang memiliki kemampuan tinggi, kesempatan dan kesungguhan ada yang memiliki kesempatan terbatas, kemampuan terbatas. Hasilnya dari para penuntut ilmu itu pun Allah menganugarahi kadar ilmu dan kemampuan yang berbeda-beda.

Mujtahid Mutlak

Mereka yang memperoleh tingkatan paling tinggi dalam dunia keilmuan, khususnya berkenaan dengan syariat disebut sebagai mujtahid mutlak, atau mufti mustaqil (independen) Artinya, tidak terikat dengan madzhab. Bahkan mujtahid inilah perintis madzhab.  Mereka tidak hanya memiliki produk pemikiran yang berupa fiqih, tapi mereka juga menciptakan metode dalam menggali hukum-hukum syariat dari dalilnya. Orang-orang khusus ini semisal Imam Madzhab 4 serta ulama mujtahid mutlak lainnya, semisal Al Auza’i, At Tsauri, Al Laits juga 4 al Khulafa’ ar Rasyidun.

Mujtahid Madzhab

Selanjutnya tingkatan di bawah mujathid mutlak adalah mujtahid madzhab atau mujtahid mutlak ghairu mustaqil (tidak independen), yakni ulama yang tidak taklid kepada imamnya, baik dalam pendapat atau dalilnya namun tetap menisbatkan kepada imam karena masih mengikuti metode ijithad imam. ( lihat, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzadzab, 1/72)

Mereka meski tidak bermadzhab kepada hasil ijtihad imam, namun mereka masih mengikuti metode imam karena tidak mampu menciptakan metode sendiri sehingga mereka masih berada dalam lingkupan madzhab.

Ulama Syafi’iyah yang sampai pada derajat ini adalah Imam Al Muzani dan Al Buwaithi. Di kalangan muta’akhirin Imam As Suyuthi juga mengaku sampai pada derajat ini (lihat, Nihayah Az Zain, hal. 7 dan Bughyah Al Mustarsyidin, hal. 7)

Mufti golongan inilah yang relevan bagi mereka perkataan Imam As Syafi’i yang melarang taklid, baik kepada beliau maupun kepada para imam lainnya, sebagaimana disebutkan Imam An Nawawi (lihat, Al Majmu’ fi Syarh Al Muhadzdzab, 1/73).

Dalam madzhab Hanafi, ulama yang sampai dalam tingkatan ini adalah Imam Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan yang merupakan murid Imam Abu Hanifah. (lihat,  Syarh ‘Ala Jami’ As Shaghir Al Laknawi, 1/7)

Dalam madzhab Maliki ulama yang sampai pada derajat ini adalah Imam Ibnu Qasim dan Asyhab. Sebagaiamana sebelumnya Imam As Syafi’i, Ibnu Qasim dan Asyhab sama-sama menjadi murid Imam Malik, namun Imam As Syafi’i naik kemampuannya menjadi mujtahid mutlak dengan metode tersendiri, sedangkan kedua teman beliau posisinya adalah mujtahid madzhab dalam madzhab Maliki. (lihat, Nail Ibtihaj, hal. 441)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline