Lihat ke Halaman Asli

Tenaga Kerja Kesehatan... Apaan Tuh?

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

[caption id="attachment_104136" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock)"][/caption] Pekerja kesehatan atau yang sering disebut Healthcare Worker adalah pekerja yang bekerja di bidang pelayanan kesehatan. Pekerja yang meliputi profesi dokter, perawat, tenaga laborat, x-ray, fisioterapis, dental dan sebagainya adalah pekerja yang penuh dengan persyaratan dan uji kompetensi untuk mendapatkan lisensi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dari sekian profesi kesehatan di Indonesia, perawatlah yang paling banyak Go International. Perawat Indonesia sudah melanglang buana di negara Timur Tengah sejak awal tahun 90-an. Dari sana melebar ke Inggris, Amerika, Australia dan beberap negara lain. Berbagai tantangan yang harus dihadapai karena negara-negara tersebut sudah menerapkan standar yang harus dipenuhi oleh pekerja tersebut. Masing-masing negara berbeda tetapi intinya sama yaitu ada ijin atau lisensi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Di negara Qatar di mana penulis bekerja pemerintah mempunyai lembaga Supreme Council of  Health (SCoH) yaitu institusi yang berwenang dalam memberikan ijin praktek kepada pekerja kesehatan. SCOH juga yang melalui kloniknya adalah satu-satunya yang eligible mengeluarkan sertifikat 'sehat' bagi pekerja di sektor makanan dan salon kecantikan. Sekedar informasi pegawai restoran, catering, penjual di toko kelontong, pekerja salon harus mempunyai sertifikat sehat. Mereka harus bebas dari penyakit menular sehingga masyarakat aman dalam berhubungan dengan mereka. Sertifikat sehat ini haru sada di tempat kerja jika sewaktu-waktu ada spot check dari pemerintah kota dan tidak tersedia siap-siap disegel oleh petugas. Kembali ke topik. Untuk mendapatkan lisensi maka pekerja tersebut harus memenuhi syarat administrasi, salah satunya adalah SIP dan ijazah dari negara asal, test tertulis dan uji kompetensi. Lisensi harus diperbaruhi setiap tahun dan melampirkan hasil laborat serologi seperti HIV, Hepatitis. So, kalo terjangkit salah satunya siap-siap mengepak koper dan pulang ke tanah air. Ada persyaratan lain yaitu validasi lisensi kompetensi di bidang kegawat daruratan. Bagi dokter harus juga mencantumkan kredit CME (Continued Medical Education) dengan jumlah tertentu. Penulis juga mempunyai NR-EMTB (National Registry- Emergency Medical Technician- Basic) dari badan sertifikasi di Amerika yang harus diperbaruhi setiap 2 tahun. Untuk memperbaruhi harus memenuhi persyaratan seperti, Refresher Course 24 jam, training-training yang diakui spt ITLS, ILS, Defensive Driving, Mayor Incident Management, Fire Rescuer, dsb sebanyak 48 jam kredit. Sertifikat CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) yang masih valid minimal setahun ke depan, membayar US 15 dollar Obama. Lisensi ini wajib dimilik bagi tenaga kru Ambulance di Qatar. Segudang persyaratan itu sudah menjadi SOP baku di negara-negara Timur Tengah dan negara maju lainnya. Philipina adalah negara yang paling siap mengantisipasi trend ini. Organisasi keperawatan dan profesi kesehatan lain mereka sudah solid. Maka tidak heran kalau Philipina menguasai supply tenaga kesehatan di dunia. Di Qatar lebih dari 50% pekerja di RS adalah Philipina dan ambulance crew. Indonesia sudah mengarah menerapkan sistim seperti itu yang berlaku di negara lain. Kendala SDM adalah tantangan nomer satu. MTKI (Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia) yang dibentuk untuk menangani verifikasi, validasi dan mengeluarkan rekomendasi SIP belum berjalan seperti yang diharapkan. Mereka belum bisa bekerja secara independen. Kita pernah mendengar demo perawat yang meminta UU Keperawatan sebagai payung hukum dalam bekerja sebagai profesi untuk disahkan. Kita juga mendengar banyak dokter yang menolak uji kompetensi dilakukan pada mereka. Saya pikir bukan karena mereka bodoh dan males belajar tetapi karena sistim yang belum berjalan. Itulah sekelumit masalah pembenahan tenaga kesehatan di Indonesia. Dengan kualitas SDM yang kita miliki sistim apapun akan rawan kolusi dan suap menyuap dan jual beli sertifikat. Terus terang saya terkadang iri dengan profesi lain seperti operator atau insinyur misalnya. Setahu saya mereka bekerja tidak harus mengurus lisensi di negara di mana mereka bekerja. Kalau sudah direkrut oleh user, ya sudah bekerja sampai bosan atau pensiun. Tidak perlu bercemas-cemas setiap tahun untuk renewal lisensi. Ya, mungkin inilah nilai lebih pekerja kesehatan yang harus selalu up- to-date pada perkembangan ilmu dan teknologi. Ini juga yang membedakan antara pekerja kesehatan dengan herbalist, tabib, dukun, atapun paranormal. Salam sehat...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline