Lihat ke Halaman Asli

Andaikan Pemerintah Mau Mendengar................

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Andaikan pemerintah mau mendengar tentang usulan penghentian pengiriman TKW ke luar negeri tentu kisah pilu Sumiati, Kikim, Kokom dan kisah2 pilu sebelumnya tak terdengar lagi. Barangkali kita harus malu sudah miskin masih mengirim TKW pula.

Seperti halnya orang miskin yang terpinggirkan dalam pergaulan masyarakat negitu juga negara miskin di pergaulan Internasional. Sebagai TKI saya faham bagaimana perilaku negara2 lain terhadap negara Indonesia. Mereka memandang rendah dan penuh derita. Mau gimana lagi meski sakit tapi begitulah kenyataan yang muncul dalam berita. Tidak ada prestasi dan bencana melulu.

Kalaulah TKI itu bekerja pada perusahaan yang bonafid masih bisa menegakkaan sandaran kursi dan kepala. Lalu bagaimana dengan mereka yang bekerja sebagai TKW dan pekerja kasar sektor informal. So pasti hari-harinya menahan malu, derita dan rindu. Malu karena harus merasa minder dengan pergaulan di sekitarnya. Derita karena menderita pisik dan batin. Rindu kepada keluarga dan kampung halaman.

Pemerintah sudah harus mau mendengarkan suara rakyat, suara TKI yang notabene berhubungan langsung dengan kisah-kisah pilu TKW dan TKI. Tidak ada kompromi dan MOU baru atau apalah namanya. Saatnya kita harus berani bilang STOP PENGIRIMAN TKW KE NEGARA ARAB!

Kenapa Arab? secara statistik sudah banyak penyiksaan dan pengemplangan gaji yang dilakukan di negeri ini. Meski prosentasi secara keseluruhan masih rendah. Kedua budaya Arab masih terbelakang. Budaya Arab masih menganggap orang luar adalah budak dan mereka berhak berbuat semau gue seperti jaman jahiliyah. Budaya Arab adalah relatif tertutup. Bangunan rumah dengan berpagar tembok tinggi, tertutup akses luar sehingga kejadian apapun di dalamnya hampir sulit diketahui orang lain. Wilayah padang pasir yang luas adalah merupakan kuburan jika sudah menjadi mayat. Di samping itu hukum yang sering berpihak kepada pribumi.

Stop Pengiriman TKW harus tetap didengungkan dan jangan terpaku pada angka- angka devisa yang dihasilkan saja. Masih banyak negara yang dari segi kemakmuran dan keamanan politik di bawah kita toh mereka tidak mengirimkan TKW. Sebutlah Pakistan, meski bom meledak tiap hari Pakistan tak akan mengirim TKW ke luar negeri. Ini adalah harga diri negara Pakistan, harga diri kaum lelaki dan suami orang pakistan yang malu kalau istri harus bekerja apalagi menjadi pembantu di negeri orang. Lalu di mana harga diri Indonesia dan para suami-suami?

Masih banyak peluang kerja di luar negeri selain menjadi TKW. Sektor formal seperti restorant, supermarket, airport, travel, perhotelan dsb. Sayangnya peluang-peluang ini sudah ditangkap Pilipina. Kini negeri yang hidup dari para perantau itu membidik sektor ini untuk menggantikan TKW-nya. Al hasil TKW asal Pilipina jauh berkurang.

Walaupun dengan alasan ekonomi dan hubungan politik pemerintah belum bisa menghentikan pengiriman TKW setidaknya para suami dan kepala rumah tangga yang harus bernai bilang "STOP PENGIRIMAN ISTRI DAN ANAK PEREMPUAN  MENJADI TKW"

Ehm............. kira-kira berapa TKW yang harus dikirim untuk mendapatkan duit sebsar Gayus? itu baru Gayus belum yang lain. Entahlah..................




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline