Aku melihat sejuta tanda tanya tepat di pelepah matamu, beringan dengan nada lagu yang setiap hari kudengar. Dalam setiap kata aku sisipkan satu kalimat untuk mengucapkan bahwa, kau adalah perempuan senja kala itu, yang duduk sendiri sembari memandang burung-burung yang berkejaran. "Bagiku kau adalah aksara bagi senja dan yang menunggu keributan atas nama itu adalah aku cakrawala".
Untuk perempuan senja, kan kutuliskan satu cerita tentang dirimu, walau kuharus mengabiskan waktu. Sebab aku suda lama mengagumimu, aku tahu itu mustahil bagimu, namum begitulah caraku untuk menatapmu dari kejahuan, bukan karena aku ini pecundang, tapi itu adalah satu dari caraku menjaga rindu yang suda lama terpendam.
Kau perempuan senja. Aku sungguh tak memahamai apa makna dari kau menikmati senja, dengan warna kemerahannya yang turun perlahan-lahan dari balik cakrawala, hampir disetiap senja, aku menumukanmu, caramu menikmati senja sunggu membuat imajinasiku dangkal untuk berfikir saol rasa dan ah sudalah sama saja kau tak mengerti apa yang aku lakukan ini.
Kadang setipa manusia ingin memiliki apa yang ia mau. Tapi ia tak sadari bahwa ada yang ia harus lalui adalah dengan berusaha. Aku pernah berusah untuk tak lagi memikirkanmu, namun itu sulit bagiku, sebab kedangkalan imajinsaiku hanya samapai pada melihat wajahmu apa lagi tentang senja, sungguh aku tak bisa.
Kau mampu hadir disetiap kata yang tercatat dalam catatan harianku. Dari cara memandang senja hingga memeluk rindu dari malam yang sepi. Bahkan dari kau hadir dari dalam pelangi yang ditinggalakan hujan. Dari itu aku sadari bahwa aku harus menuliskan satu kata untukmu, agar jika satu waktu aku merindukanmu cukap dengan membuka catatan-catan ini kepulihan rindu bisa terwujud.
Terimaksih sudah melumpuhkan imajinasiku. Kau berhasil membawaku ke alam cinta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H