Lihat ke Halaman Asli

Agar Naskah Enak Dibaca

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1339203745261633436

[caption id="attachment_193511" align="aligncenter" width="540" caption="Tak Ada Naskah yang Tak "][/caption]

Judul buku: Tak Ada Naskah yang Tak “Retak”: Panduan Profesional Editing Naskah

Penulis: Bambang Trim

Penerbit: TrimKom, Bandung

Cetakan ke-1: April 2012

Tebal: xiv + 106 hlm

Sebuah naskah yang enak dibaca, renyah dan gurih bak keripik singkong, biasanya setelah melalui sentuhan tangan seorang editor. Editor memang profesi yang tidak populer, namun kehadirannya sangat diperlukan dan penting, terutama di dunia penerbitan media cetak (koran, tabloid, dan majalah) maupun buku. Tanpa sentuhan editor, sebuah naskah akan riskan ditayangkan. Naskah yang tidak diedit, akan berpotensi membuat pembaca tidak nyaman, bila di dalam naskah itu banyak terjadi kesalahan ketik (typo). Dan berpotensi menjadikan bias informasi, bila naskah itu mengandung kalimat-kalimat yang ambigu.

Kehadiran editor diperlukan, agar sebuah naskah terhindar dari kesalahan ketik maupun kesalahan-kesalahan elementer kebahasaan, sehingga naskah itu menjelma menjadi naskah yang enak dibaca dan mudah dipahami pembaca. Dorothy A. Bowles dan Diane L. Bordean dalam bukunya Creative Editing menyebutkan bahwa editor akan menjadi garda terdepan pada abad ke-21 untuk mengawal berbagai jenis terbitan, baik tercetak maupun online dan mereka menjadi jantung sebuah penerbitan untuk tetap eksis.

Tempo adalah contoh media yang sangat memperhatikan posisi editor. Tidak ada tulisan yang luput dari meja editor (redaktur utama dan redaktur senior) untuk dicek dalam hal 1) keseimbangan berita (cover both sides); 2) isi; 3) penggunaan kata; 4) pembentukan kalimat; 5) logika tulisan. Lalu, di kantor redaksi Tempo ada gerbang terakhir yang disebut redaktur bahasa. Redaktur bahasa kembali mengecek dan memperbaiki titik-koma yang salah tempat serta hal-hal kebahasaan lainnya yang luput dari redaktur.

Masalahnya, sejauh ini tak banyak referensi mengenai ilmu penyuntingan yang bisa diakses oleh para editor di Indonesia. Umumnya mereka autodidak mengenai proses penyuntingan. Padahal peran editor sangat dibutuhkan dan menjadi tumpuan dalam mengolah naskah-naskah yang akan diterbitkan.

Pada masa era 70-an-90-an, Indonesia memiliki editor-editor andal seperti Hassan Pambudi, Slamet Djabarudi, Dadi Pakar, Sofia Mansoor, Mula Harahap, Frans M. Parera, dan Pamusuk Eneste. Mereka juga menulis buku panduan penyuntingan (editing), namun buku-buku itu sudah sulit ditemukan, padahal saat ini sangat dibutuhkan.

Buku berjudul Tak Ada Naskah yang Tak “Retak” karya praktisi perbukuan Bambang Trim ini seolah menjawab kebutuhan para editor yang membutuhkan panduan profesional dalam mengedit naskah agar enak dibaca dan mudah dipahami. Di dalamnya Bambang Trim mengupas tetek bengek mengenai editing dengan gaya serius namun santai.

Dengan membaca buku ini, kita tidak hanya akan mengetahui hal-hal yang bersifat teoritis-konseptual seperti apa itu editing, peluang karier sebagai editor, bagaimana tata kerja seorang editor, kode etiknya, aspek-aspek yang perlu diedit, dan jenis-jenis editing, serta tingkatan dalam editing nas. Namun, buku ini juga menawarkan panduan praktis bagaimana memperbaiki teks-teks yang “retak” meliputi perbaikan ejaan, penerapan pilihan kata, perbaikan kalimat, perbaikan paragraf, perbaikan gaya bahasa, pemeriksaan data dan fakta, serta pemeriksaan legalitas dan kesopanan.

Meski buku ini berfokus pada pengeditan naskah-naskah berformat pendek ataupun berformat menengah, seperti artikel, berita, feature, esai, laporan, dan makalah, namun substansi di dalamnya dapat diterapkan pada naskah-naskah berformat panjang seperti buku.

Buku ini tidak hanya penting dimiliki oleh para editor penerbitan, tapi juga perlu dibaca oleh para penulis dan para pegiat tulisan lainnya seperti guru, dosen, widyaiswara, staf humas, maupun staf komunikasi marketing, yang ingin tulisannya rapi, terhindar dari kesalahan-kesalahan elementer kebahasaan, sehingga tulisannya enak dibaca, renyah dan gurih kayak keripik singkong, serta efektif dipahami oleh pembacanya.*




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline