Lihat ke Halaman Asli

Abdillah Toha

TERVERIFIKASI

Pendukung yang Merugikan: Fenomena Fadli Zon

Diperbarui: 28 September 2016   10:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOMPAS.com/Nabilla Tashandra

Pernah lihat wajah Anies Baswedan ketika menyaksikan Fadli Zon membaca puisi "Tukang Gusur" pada deklarasi pencalonan Anies-Sandi? Kata orang  "A picture is worth more than a thousand words". Ketika sekeliling Zon tertawa dan bertepuk tangan gembira, Anies menundukkan kepala dengan wajah tertekuk dan suram.

Tatkala Anies akhirnya menerima diusung koalisi Gerindra PKS, salah seorang kawan saya mengatakan Anies bak merpati masuk ke kampung elang. Wajah akademis dan karakter pendidik pada Anies sangat kontras dengan lingkungan politisi yang melihat kekuasaan sebagai mangsa yang harus diterkam.

Fenomena Zon yang gemar menghujat lawan dan pernah mengharapkan agar Ahok jadi tersangka KPK ini bukan monopoli Fadli Zon. Banyak terdapat di kalangan politisi. Panggung manapun, tidak melihat siapa yang berada disitu dan apa situasinya, bisa dimanfaatkan untuk menggelontorkan apa saja yang ada dalam benaknya bagi menyerang pribadi lawan. 

Pertanyaan yang harus dipikirkan masak-masak oleh kontestan seperti Anies Baswedan adalah, apakah pendukung jenis ini menguntungkan atau merugikan? Apakah akan menambah suara atau justru menjauhkan orang untuk memilih dia?

Saya bisa membuat daftar panjang politisi yang bisa merugikan kontestan bila ditonjolkan sebagai pendukung. Orang-orang yang merasa dirinya asset bagi kontestan tapi sebenarnya justru liability. Di luar politisi, ada juga tokoh-tokoh yang kerap menggunakan bahasa agama dan ras untuk melawan Ahok. Mereka akan dengan senang hati mendukung siapa saja asal Ahok bisa dikalahkan.

Orang lupa bahwa mayoritas penduduk DKI yang diam itu adalah calon pemilih yang berpredikat moderat, yang tidak suka kegaduhan dan ekstrimitas. Sebagian besar muslim, tetapi bukan tipe muslim garis keras yang kaku dan hobinya memecah belah umat dan bangsa. Mayoritas warga adalah yang tidak menganggap politik sebagai bagian dari dakwah tapi politik adalah urusan perut. Mereka akan memilih kontestan yang programnya dianggap menguntungkan warga dan calon gubernurnya dianggap tulus, jujur, dan mampu merealisasikan janjinya. 

Ketika semua strategi kampanye telah disusun rapi secara rasional, kemudian tokoh-tokoh yang sudah punya label sebagai agitator ikut muncul di panggung kontestan, bisa jadi yang akan diingat oleh pemilih bukan kontestan atau programnya tetapi tokoh-tokoh yang tidak disukai itu.

Itulah tokoh-tokoh yang tidak akan segan menggunakan kampanye hitam untuk menang. Tokoh yang cara berpikirnya hitam dan putih. Tidak ada yang benar pada lawannya dan tidak ada yang keliru pada kawannya. Kemunculannya di panggung kampanye bukan sekadar untuk memenangkan kontestan yang didukungnya tetapi lebih utama untuk menonjolkan dirinya, mengekspresikan pikirannya, dan memasarkan gagasan-gagasanya yang belum tentu segaris dengan gagasan sang kontestan.

Partai politik pengusung juga begitu. Mereka ingin mendompleng popularitas kontestan untuk menjaring suara bagi partainya nanti. Mereka akan berupaya ikut mengatur strategi dan substansi kampanye dengan mengisi program dan ideologi partai ke dalam program kontestan. Padahal kita tahu bahwa pada pilkada DKI kali ini hampir semua calon bukan kader partai. Kita juga tahu bahwa pada pilkada maupun pilpres umumnya warga menjatuhkan pilihannya pada figur kontestan yang dianggap mumpuni, dan hanya sedikit yang mempertimbangkan partai mana yang mengusung.

Jadi, pandai-pandailah wahai peserta pilkada DKI untuk menyusun strategi dan program kampanye yang tepat, strategi yang tidak terkontaminasi oleh unsur-unsur yang dapat membuyarkan semua rencana yang telah disusun rapi. Pilihlah dengan seksama siapa-siapa yang patut memdampingi anda. Jangan harapkan partai atau invidu pendukung semuanya akan menguntungkan anda. Ada pendukung yang akan mendulang suara dan ada pendukung yang justru akan mengurangi suara anda.

Akan lebih bagus lagi bila tokoh-tokoh berpotensi merugikan itu sadar dan tahu diri, tidak menawarkan diri untuk muncul ke permukaan tanpa diminta oleh kontestan, dan hanya mendukung secara diam-diam dengan mengajak kelompoknya untuk memilih kontestan dukungannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline