Cinta..Cinta..Cinta. Rasanya tidak ada habisnya bila kita membahas topik yang satu ini. Lagu, Quote, Novel, dan sebagian besar produk yang laku di pasaran adalah mengenai cinta. Tidak sedikit akun Instagram, ‘Official’ LINE, Twitter, dan lain-lain yang membahas cerita, meme, dan quote percintaan.
Saya sempat beberapa kali melihat akun yang berjudul sebut saja ‘Anti Galau’, tapi isi post nya kalimat yang membuat galau, sedih, dan mungkin, mengasihani diri sendiri.
Menurut saya pribadi, kebutuhan primer manusia semakin bertambah. Sandang, pangan, papan, charger-an, dan pasangan. Tentu saya tidak anti cinta. Saya pun butuh cinta dan beberapa kali merepost quote tentang cinta.
Hal ini berdampak pada mental kebanyakan remaja. Pertama, menurut pendapat saya, masa remaja adalah waktu untuk kita mencari teman sebanyak-banyaknya. Namun karena perasaan cinta semu yang muncul sesaat, mereka memaksakan kehendak untuk langsung menjalin hubungan. Ada yang berhasil, ada juga yang tidak. Kasihan rasanya mengetahui waktunya dipakai untuk bersedih, merasa tidak berguna, dan tidak layak dicintai. Bukan karena anda tidak berhasil menjalin hubungan dengan satu orang, tidak ada yang akan mencintai anda.
Kedua, mental untuk kode dan menyindir, yang kadang dengan berakhir salah paham. Berharap ia peka dengan post yang anda bagikan. Seolah-olah pria harus bisa memahami wanita, peka, dan setia. Kami kaum pria tidak semuanya ahli kode. Kalau anda memang mencintai dia, tunjukan dengan sifat langsung. Jangan bersembunyi di balik post orang. Lucunya, ada orang yang salah paham. Si pria merasa bahwa wanita yang disukainya butuh perhatian lebih, tapi wanita itu sebenarnya mengode pada pria lain. Lalu pria itu marah karena merasa perjuangannya sia-sia.
Bila sudah putus di tengah jalan, mencari quote yang seolah-olah menyindir pihak yang memutuskan hubungan. Mencari pembenaran dan ingin mengatakan bahwa dia adalah orang yang jahat, berharap pacar selanjutnya lebih jelek dari dirinya, dan ‘memaksa’ mantannya menyesal karena sudah memutuskan hubungan.
Ketiga, serba instan. Di zaman yang sudah berkembang pesat, sudah banyak aplikasi instant messaging. Berharap ia membalas secepat yang kita inginkan. Padahal dia memiliki kesibukan lain. Saya selalu mengapresiasi orang tua zaman dulu yang bisa setia. Dulu hanya ada surat, mentok-mentok e-mail. Bisa dibayangkan kalau hubungan beda negara dan mengandalkan surat. Bisa dua atau tiga minggu setelah baru sampai ke tempat tujuan. Bukannya risiko kesetiaan mudah goyah? Tidak ada skype, yang bisa melihat pasangannya sedang apa. Bisa saja ketika sedang membalas surat, ia sebenarnya sedang selingkuh dengan orang lain. Lah kita? Nggak dibales 10 menit aja kadang udah panik dia ke mana, sama siapa, lagi apa.
Ketiga hal itulah yang saya rasa perlu diperbaiki dari remaja-remaja, termasuk saya pribadi. Kurang-kurangilah sedih karena cinta. Karena cinta yang benar tidak akan mengecewakan. Kalaupun iya, ia tidak akan meninggalkan dendam, malah membuat pasangan semakin dewasa dan menjadi contoh bagi orang di sekitarnya. #abstrakbanget
[caption caption="http://kalam.ukm.upi.edu/wp-content/uploads/sites/5/2015/08/cinta-3.jpg"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H