Lihat ke Halaman Asli

Pada Akhirnya...

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah seminggu belakangan langit mendung, kadang ditemani rintikan hujan di kota Tangerang. Mengingatkan aku bahwa mungkin hari-hari itu aku mengalami hari-hari buruk. Teringat angka '3,78' rasanya tidak terlalu buruk perjalanan hidupku selama beberapa bulan ini. Aku (cukup) puas.

Terlalu sering aku bertanya "Bagaimana dengan dia?" kepada orang, tanpa sadar aku terlalu lama tidak ditanyakan hal yang sama. Ah tidak, rasanya cukup sering, namun setiap mendengar pertanyaan itu, telingaku mendadak tuli, mulutku membisu, tatapan menjadi kosong, kulitku menjadi dingin sesaat, lalu tersenyum.

Orang bilang, jangan ditahan, karena kalau sudah terlalu lama, akan meledak dengan dahsyat. Hari ini, aku merasakan hal itu. Pikiranku melayang pada kejadian di hari Jumat lalu. Saat makan siang, aku tidak sengaja menggigit bibir bagian bawah. Sorenya, entah ada angin apa, aku menggigit bibir bagian bawahku untuk kedua kalinya. Praktis, darah segar mengalir dengan cukup deras.

Apakah ini rasanya sakit di hati? Ketika diberi tekanan sekali, mungkin hati akan menciptakan sebuah 'antibodi' untuk melawan rasa sakitnya. Namun bila diberi tekanan untuk kedua kalinya, mungkin akan berdarah. Sejenak saya sadar sampai detik ini, saya belum pernah mendengar ada kasus hati yang berdarah, meskipun katanya terluka. Apakah mungkin rasa sedih, dan galau adalah bentuk 'darah' yang lain? Entahlah.

Rasanya benar, mengingat prinsip pengetahuan alam, yang mengungkapkan fakta bahwa bila manusia disengat tawon, secara otomatis tubuh bereaksi mengeluarkan antibodi untuk menahan sengatan tawon itu. Namun apabila ia tergigit untuk kedua kali, antibodi itu malah akan 'bingung' dan yang terjadi adalah bengkak.

Hari ini seperti de javu. Rasa-rasanya aku pernah mengalami situasi ini, meskipun sebenarnya belum pernah. Well, selamat. Aku lihat, kamu telah meng-cast 'aktor' dengan waktu yang relatif cepat. Semoga naskah gagal kita tidak terulang lagi, karena aku percaya, kamu telah merevisi bagian-bagian jelek dari naskah sebelumnya. Wish you nothing but all the best!

Kamis lalu, tim futsal di kampusku lolos ke babak selanjutnya secara dramatis. Dari fase grup, timku memperebutkan juara dua. Sayangnya, timku butuh selisih 4 gol untuk mendapat juara dua, karena poin yang diperoleh sama dengan tim pesaing kami, sehingga harus diambil dari selisih gol. Hanya ada dua babak. Sampai babak pertama, kami imbang dengan tim lawan 1-1. Singkat cerita, kami menang dramatis, 6-2.

Kadang, ada hal yang sekilas terlihat buruk. Ketika keluar bukan jadi pilihan, bermainlah habis-habisan di sana. Patahkan kakimu demi menendang bola masuk ke gawang. Jatuh dan seretlah badanmu untuk melindungi gawang agar tidak kemasukan gol.  Ketika sesuatu diperjuangkan sampai akhir, biasanya terjadi kemenangan dramatis, dan aku yakin, semua orang senang dengan akhir dramatis yang positif, karena rasanya, semua rasa sakit, kecewa, takut, panik, dan marah, semua terbayar dengan indah.

Pada akhirnya, terkadang ada orang yang mungkin disiapkan Tuhan untuk menarik kita keluar dari zona nyaman, memaksa kita melakukan hal yang jarang atau bahkan belum pernah kita lakukan sebelumnya. Seperti, berlutut untuk berdoa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline