Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Fadil

Pustakawan

Kesan Hujan

Diperbarui: 28 Januari 2023   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar diambil dari pixabay.com

Entitas terketuk wadah kayu melingkar, perlahan-lahan terkikis tiap waktu berjalan.
Bunyi ketukan diiringi oleh tarian asap, memberikan keutuhan tiap bagiannya..

Bersandar Umar di naungan, perantara pondok dan kebun kopi menjadi objek refleksi..

Temanku, berpeluh oleh panas menyengat.
Bergelut pada hasil panen berlimpah.
Tampak wajah bahagia.
"Kenapa kamu begitu senang?"
Tersimpul bibir, mata berbinar. Gerak-gerik yang seperti ingin cepat menyelesaikan dan buru - buru bergegas datang.

Seiring waktu, duduk bersila, menggoyangkan baju seakan mengipas panas tertumpuk pada tubuh..

"Semoga panasnya selalu seperti ini sampai sore mendatang". 

Mata sedikit sayu menandakan penuh harap. Iseng ku bertanya kendala dirasa.

 "Apa yang kamu khawatirkan?" wajah memalingkan ke arahku, nafas dan detak bergerak lebih cepat.

"Jika sudah berbentuk uang, kamu bisa mengipas tubuhmu dan tak harus menggunakan baju kusam tertempel hasil panen". Candaan umar membuat tawa terlepas.

***
Datang tanpa permisi, awan gelap menutupi. Bergerak tanpa aba-aba, umar bantu mengatup hasil panen.

Suara hujan bagai tentara, menyembunyikan genderang perang. Mencuat kepanikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline