Lihat ke Halaman Asli

Bukan Bangsa Mesum

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kini Ariel “Peterpen” telah masuk dalam ruangan berjeruji, ditahan di Polda Metro Jaya atas perbuatan seks yang menghebohkan karena atraksi seksual mereka direkam, dijadikan video, dan video porno Luna Maya beredar luas. Mulai saat Ariel ditahan sebagai tersangka kita boleh mengatakan kata“mirip”tidak digunakan lagi sebab inilah pelakudalam video mesum?

Fondasi bangsa ini dibangun para Founding fathers dengan cita-cita dan harapan luhur. Mereka menciatakan Indonesia menjadi bangsa terhormat di dunia, bukan bangsa penghasil video mesum yang direkam para artis ternama yang adalah public figure.

Titik penting harus diungkapkan polisi. Mengapa skandal ini divideokan? Alasan psikologis harus digali polisi dari pelaku. Delapan pelaku yang diduga pengedar, harus diperoleh jawaban meyakinkan, motiv apa menggandakan dan menyebarluaskan video mesum tersebut? Informasi tentang kasus serta peredaran video ini meluas Indonesia ke mancanegara. Tiga belas media massa cetak dan elektronik mancanegara meliput dan mewartakan kasus ini.

Di Johannesberg, Afrika Selatan, tempat berlangsungnya pesta sepak bola Piala Dunia 2010 surat kabar Saturday Star edisi Sabtu (12/6) menempatkan berita tersebut pada halaman belakang dengan judul Singer And Model Girlfriends To Be Questioned Over Sex Videos. Sebagian masyarakat Indonesia yang tinggal di Afrika Selatan, termasuk Johannesburg dan Pretoria sudah mengetahui berita yang menggemparkan tersebut dari internet.

Titik penting lainnya yang perlu kita cermati adalah mengapa rapuh kerjasama, sinerjisitas antarlembaga keluarga, pemerintah, ekonomi, pendidikan, agama, dari bangsa besar dan kaya raya ini? Kita harus bertekad membangun kembali kerjasama, sinerjisitas harus ditingkatkan agar bangsa kita menghargai nilai-nilai agama, budaya leluhur yang baik, terhormat, berprestasi, rakyatnya beretika, bukannya malu-maluin diri sendiri.

Awal Juni, tepatnya 3 Juni 2010, Luna tersandung berita miring dengan beredarnya video porno mirip dirinya dengan Ariel Peterpan. Esok harinya 4 Juni tanggapan Luna atas gosip miring yang kerap menerpanya, membuat Luna lebih memilih diam, dan menganggap apa yang dialaminya adalah fitnah.

Masyarakat bertanya, mengapa Polri “diam” pada detik-detik awal munculnya kasus? Keasyikan b mencari untuk melihat adegan syur tersebut di Face Book dan Twitter? Sebab belum ada tindakan kepolisian terhadap Luna-Ariel yang wajah mereka mirip dengan pelaku dalam video. Tanggal 13 Juni baru Polri memanggil untuk minta keterangan/klarifikasi dari Luna dan Ariel di Mabes Polri.

Polri pun lambat bereaksi pada saat awal kepada pelaku penggandak kepingan CD video porno. Padahal Polri mampu berbuat cepat untuk itu. Akibatnya, penjualan CD berlangsung marak. Bisnis ini menggiurkan, menjadi terbuka lebar, sulit dibendung, sebab keuntungan amat besar, dan menjanjikan. Menurut informasi pedagang, dalam sehari bisa laku 20 keping CD tersebut.

Polri seolah tidak mengerti perilaku pelaku ekonomi yang mengambil kesempatan dalam kesempitan, sehingga terlambat bertindak. Akibatnya peredaran CD ini menyebar cepat ke seluruh negeri hingga mancanegara. Jaringan pelaku pengganda CD video mesum mulai dari produsen sampai pedagang kaki lima yang memperdagamgkan CD di berbagai pusat perdagangan di Jakarta seolah bebas, dan lebih taktis ketimbang Polisi, aparat Satpol PP Pemda DKI Jakarta. Satuan polisi Jakbar baru melakukan operasi rutin di Glodok satu minggu setelah kasus ini meledak.

Lembaga pendidikan kita, beberapa kepala sekolah lanjutan merespon, atau sikap sangat reaktif? Guru melakukan razia HP dari setiap siswa untuk mengetahui apakah siswa mengunduh video porno lalu menyimpan dalam HP mereka. Sikap ini pertanda guru mengetahui betapa lemahnya kontrol pemerintah atas pedagang video, pengusaha warnet, juga para orang tua/lembaga keluarga terhadap perilaku penggunaan HP anak mereka yang masih sekolah. Bukankah HP anak jika dikontrol orang tua maka anak akan ngomel, karena privacy mereka dilecehkan? Beda jika guru yang membuka HP siswa, tidak berani siswa memprotesnya. Ini kondisi tidak sehat, sesama institusi tidak salin memercayai lagi. Ini tidak mendidik anak bangsa.

Sikap lembaga pendidikan yang reaktif ini merupakan fenomena menarik, seolah fungsi lembaga sekolah lebih powerful membentengi moral anak muda ketimbang lembaga keluarga yaitu para orang tua. Dipertanyakan pula sejauh mana peran lembaga agama (alim ulama, pendeta, pastor) apakah kurang dipercayai lembaga pendidikan formal kita dengan tindakan razia? Atauhkah para guru tidak memercayai siswa? Bagaimana output bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan bagi para siswa, sehingga implementasi razia merupakan quality control paling efektif? Interelasi, jalinan koordinatif antarlembaga di atas yang masih berjalan secara sendiri-sendiri perlu disinergikan, diharmoniskan, sebab berbagai dampak positip maupun negatip yang disebabkan perubahan sosial yang mempengaruhi perilaku masyarakat berlangsung amat cepat.

Polri berada pada garda terdepan untuk menegakkan hukum dalam persoalan ini, yang selanjutnya dengan interelasi serta koordinasi yang baik dan harmonis dengan lembaga keluarga, ekonomi, pendidikan dan keagamaan, pembangunan moral bangsa melalui perilaku positip anak dan remaja saat ini untuk menuju ke depan akan lebih berhasil baik.

Institusi Polri kini harus lebih sigap dan cepat menyelesaikan kasus terkait video mirip Luna- Ariel secara obyektif. Sedikit apriori tentang Polri yang kini sedang menangani kedua publik figur tersebut harus diredusir, agar rasa kuatir masyarakat atas sikap polisi yang bisa saja dilemahkan Luna-Ariel akhirnya pupus.

Kita harus introspeksi kalau berbuat kesalahan, agar jangan seperti keledai, sebab keledai memang dungu, yang terantuk dua kali pada tiang yang sama. Introspeksi berarti sinyal kemauan untuk mengubah perilaku, dari yang jelek menjadi yang baik. Introspeksi artinya merasa bersalah dan bertobat, tidak akan melakukannya yang buruk itu lagi.

Kalau bukan karena ”kepepet”, tidak ada maling yang mengakui kejahatannya. Begitupun dalam persoalan tindakan seks bebas yang ketangkap, termasuk rekaman video porno yang melibatkan pelaku mirip artis. Mungkin saja para pelaku terkena amnesia, jadi pada lupa semuayang dilakukan. Masyarakat menyarankan agar polisi, jangan kong kali kong karena artis-artis kita pada tajir, maka polisi jangan langsung hijau mata. Polisi harus membentengi agar moral anak-anak dan generasi muda terbangun dengan baik.

Kita mendukung saran Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait yang meminta Luna Maya, juga Cut Tari, dan Ariel, segera memberi klarifikasi terkait video mesum yang yang mirip dengan mereka. Jika Luna dan Ariel yang kini sudah berhasil dipertemukan dengan polisi maka klarifikasi dari keduanya sangat penting karena banyak kaum muda yang mengidolakan mereka.

Tersebarnya video mesum itu mengundang rasa penasaran anak-anak untuk mencari dan melihatnya. Tidak kurang dari 100.000 pengunduh video porno tersebut tiap hari di sini. Karena itu dibutuhkan pesan moral agar anak-anak tidak melakukan perbuatan serupa. Bagaimana pun bentuknya, yang penting isi pesannya adalah mengingatkan anak-anak untuk tidak melakukan hal seperti itu.

Sosok idola para artis kerap ditiru anak-anak. Jangan sampai kelakuan dalam video, ditiru anak-anak, atau pemuda lainnya sebagai publik figur, sebab artis yang bikin heboh sampai melewati batas negara saja tidak diapa-apakan polisi. Yang dikhawatirkan jika tidak ada tindakan tegas polisi malahan kasus ini sebagai promosi efektif, gratis lagi, bagi peningkatan karir bersangkutan.

Polisi harus cepat juga tegas mengambil keputusan agar kasus ini diselesaikan obyektif. Jika ternyata Luna-Ariel pelakunya, mereka harus dikenakan sanksi, agar kognisi anak remaja mengetahui konsekuensi dari tindakan melanggar norma resikonya berat. Kita harus menciptakan lembaga keluarga yang kuat, berjalan bersama dengan lembaga pendidikan, ekonomi, keagamaan yang juga kuat, demi terbentuknya bangsa yang kuat. Semua keluarga, bahkan yang tergolong paling sehat sekalipun mengalami riak dalam perjalanannya. Tetapi, apa jadinya keluarga bangsa, jika dalam banyak ruang dan waktu anggota keluarga terus-terusan disuguhi tontonan atau berita tidak mendidik seperti kekerasan, kerusuhan, pelanggaran moral, ketidakadilan, semuanya tidak membahagiakan keluarga.

Mentalitas dan moral anak, bangsa harus kita bangun melalui pendidikan mulai dari keluarga, lembaga pendidikan formal, sepanjang hayat. Membentengi generasi penerus dari pengaruh narkoba, pergaulan seks bebas, bukan hanya tanggungjawab keluarga, sekolah, juga tanggungjawab para artis, polisi, alim ulama, agar generasi muda bermental baja, siap berkompetisi, berprestasi yang baik, bermoral, bersemangat juang tinggi, belajar dan bekerja keras, paham etika membedakan yang baik dan buruk, agar generasi muda mengembangkan potensi diri seoptimal mungkin. Biar seluruh dunia tahu Indonesia bukan bangsa mesum.

Kita harus membangun bangsa yang kuat, bermoral tinggi, memiliki sikap dan perilaku yang beretika. Kita menyatakan pada diri sendiri bertekad membangun di atas fondasi yang diletakkan founding fathers. Yang buruk, tidak membangun dibuang jauh agar generasi muda terbekali perilaku membangun yang baik demi kesejahteraan bersama.

Tak ada jalan kembali untuk sesuatu yang negatip, sebab mem-breaking down all foundation. Saatnya merumuskan mindset, mempraktikkan perilaku positip secara konkret. Siapa harus mulai? Keluarga, pemerintah, sistem ekonomi, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan harus terpadu, bersinergi, berkoordinasi dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline