Lihat ke Halaman Asli

Aboy Maulana

Biasa saja

Lebaran: Menuju Mudik Hakiki

Diperbarui: 28 April 2022   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Lebaran; Menuju Mudik Hakiki

Oleh : Aboy Maulana Arief

"Mestinya, dengan idul fitri, dengan mudik segala arti, kita bisa menakar, mempertimbangkan, dan menentukan langkah kita besok sesudah Hari Raya-menjadi langkah karena Allah, langkah milik Allah, langkah untuk Allah, bahkan langkah Allah itu sendiri." (Emha Ainun Nadjib, 2012:221 )

TENTUNYA, semua orang kenal dengan kata mudik. Kosa kata orang Indonesia yang sungguh sangat populer, terlebih mendekati akhir Ramadan. 

Meski dilaksanakan di akhir Ramadan/menjelang 1 syawal mudik dipersiapkan jauh hari sebelumnya. Mudik menjadi hal urgen bahkan seperti menjadi pelengkap kesempurnaan bulan Ramadan.

Kebiasaan mudik merupakan milik semua orang. Ia tidak mengenal status sosial, jenis pekerjaan, kedudukan dan pangkat. Para pekerja kasar, pegawai, pejabat dan mahasiswa rantau mengenal kebiasaan tahunan ini. 

Perbedaan pendapatan dan strata sosial tidak membuat mereka lantas berbeda pendapat tentang mudik. Semuanya hanya memiliki satu tujuan, berlebaran (idul fitri) di tempat asal bersama orang tua, saudara, dan teman dalam suasana kebahagiaan.  

Umat Islam Indonesia nampaknya memandang mudik-lebaran sebatas hari penuh kegembiraan yang harus dirayakan. Masyarakat Indonesia menilai bahwa sebuah kegembiraan tidak pernah jauh dari keluarga dan orang-orang terdekat. 

Tidak ada kegembiraan yang paling menggembirakan selain berkumpul dengan keluarga, kerabat dan sanak famili. Mangan ora mangan asal ngumpul, kata orang Jawa. Lebih baik disini, rumah kita sendiri, demikian kata salah seorang vokalis kawakan di negeri kita.

Atas dasar ini, satu Syawal dirasa lebih menggembirakan ketika orang merayakannya bersama keluarga, kerabat dan sanak famili. Dan atas dasar yang ini juga, orang-orang yang kebetulan bermukim di tempat yang jauh dari daerah asalnya (karena beragam alasan), selalu mengusahakan diri untuk merayakan kegembiraan satu Syawal bersama keluarga dan para kerabat. Semahal apapun biaya yang harus dikeluarkan untuk akomodasi mudik-lebaran, hampir semua muslim Indonesia rela mengeluarkannya. 

Tidak begitu penting bagaimana mudik itu dilakukan, yang terbayang hanyalah kegembiraan saat berkumpul lagi bersama keluarga di hari yang penuh kegembiraan. Tidak hanya sekedar untuk berkumpul bersama keluarga, mudik juga merupakan penyambung silaturahim bagi orang-orang yang lama tidak berjumpa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline