Setelah sempat merestui keberadaannya, akhirnya Pemerintah Indonesia dibawah Pemerintahan Jokowi secara resmi membubarkan ormas HTI. Indonesia bukanlah satu satunya Negara yang melarang organisasi Hizbut Tahrir, induk ideologi ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ini telah dilarang sekurangnya hampir di 13 Negara, sebut saja diantaranya Malaysia, Bangladesh, Pakistan, Saudi Arabia, Jordan, Mesir dan Turki.
Jika alasan Pemerintahan Jokowi membubarkan HTI karena ideologi atau faham kekhalifahan (trans/ultra-nationalism) yang diusungnya, mungkin secara organisasi, ormas HTI akan tinggal nama saja, tapi tidak dengan fahamnya. Faham kekhalifahan Islam telah ada bersama lahir dan berkembangnya ajaran Islam ke seluruh pelosok dunia.
Ajaran Islam yang mencakup segala aspek kehidupan termasuk di dalamnya politik, telah menjadikan politik sebagai bagian dalam ajaran Islam yang tidak bisa dipisahkan. Nabi Muhammad SAW selain dipandang sebagai imam dan rujukan untuk urusan keagamaan, juga merupakan Kepala Pemerintahan untuk Umat Islam saat itu. Disinilah diskursus tentang Negara Islam dan Khalifah Islam berawal.
Sejarah Islam mencatat berbagai model dan sistem kekhalifahan yang telah sukses mengantarkan Umat Islam meraih masa Kejayaannya. Dimulai dengan model kekhalifahan Kenabian (Nubuwah/Prophecy) ala Empat Sahabat Nabi yang dikenal dengan sebutan Khulafa ur Rashidin(632-661 Masehi). Saya tidak menyebut sistem Pemerintahannya Sistem teokrasi, karena para Khalifah tersebut tidak pernah menganggap pemerintahannya sebagai wakil Tuhan, tapi mereka menyebutnya wakil Nabi atau Penerus ajaran Nabi. Setelahnya ada model kekhalifahan Monarki (Malakiyah). Pada masa ini setidaknya ada 3 kekhalifahan besar yang telah memimpin Umat Islam secara bergantian berabad abad lamanya, yaitu Kekhalifahan Bani Umayyah (661-750M dan 929-1031M), Kekhalifahan Bani Abbasiyah (750-1517M) dan Kekhalifahan Usmaniyah (1517-1922M).
Runtuhnya kekhalifahan Usmaniyah dan jatuhnya Umat Islam dalam penjajahan Barat dipandang sebagai sebab kemunduran kekuasaan dan peradaban Islam hingga saat ini. Secara politik dan ekonomi, Umat Islam babak belur, dikontrol dan dikendalikan oleh bangsa dan umat lain. Secara peradaban pun hancur lebur. Umat Islam dalam keadaan terpuruk. Tak ada prestasi besar dalam bidang pemikiran keilmuan dan teknologi yang bisa dibanggakan.
Keadaan inilah yang melahirkan pemikiran dan usaha untuk kembali merebut kejayaan dan keemasan Islam di masa lalu, salah satunya dengan menghidupkan kembali tradisi dan ajaran Islam Masa Nabi dan Sahabatnya baik dalam bidang keagamaan, ekonomi dan politik. Dalam Politik, sistem kekhalifahan dipandang sebagai sebuah sistem politik dan pemerintahan terbaik yang telah mengantarkan Umat Islam pada era kejayaannya. Sebuaah cita cita dan usaha yang tidak ringan dan tidak mudah dilakukan, bila mengingat kondisi Umat Islam saat ini secara politik, ekonomi dan peradaban. lantas apakah cita cita penegakan kembali Khalifah Islam merupakan Utopia politik saja? sebuah mimpi atau khayalan yang sangat sulit diwujudkan di dunia nyata ???.
Dalam politik, tidak ada kata yang tidak mungkin, nothing is impossible. Begitu juga dengan pemikiran penegakan kembali Khalifah Islam ini. Setidaknya ada 3 cara atau model perjuangan yang ditempuh Umat Islam saat ini untuk kembali menegakan kekhalifahan Islam. Meminjam istilah Joseph Samuel Nye Jr, seorang ahli ilmu politik Amerika, model yang pertama adalah cara soft power.Lebih pada pendekatan persuasif dan partisipatif, dengan metode pendekatan dakwah,budaya dan penguatan nilai nilai keislaman. Tidak sepenuhnya anti terhadap nilai nilai dan proses demokrasi Barat, malah masuk dan berpartisipasi di dalamnya, seperti mendirikan partai Islam, mengikuti pemilu, demo dan sebagainya.
Saya memasukan Hizbut Tahrir dan Ikhwanul Muslimin, dalam kategori ini. Yang kedua, pendekatan Hard Power.Pendekatan militer atau mengangkat senjata, bersikap frontal dan menolak semua nilai nilai demokrasi Barat dalam perjuangan politiknya. Dalam Kategori ini ada Taliban, Al Qaidah, ISIS, dan DI/TI. Metode yang terakhir adalah alternative power.Merupakan perpaduan antara soft dan hard power, perpaduan antara penguatan nilai nilai Keislaman dan Kebaratan. Idealis tapi realistis, trickydan Oportunis dalam perjuangannya. Inilah model perjuangan penegakan Kekhalifahan yang sangat ditakuti oleh Barat saat ini. Karena gaya perjuangannya memakai jurus dewa mabuk, kadang menjadi teman, kadang menohok dari belakang menjadi lawan. Dalam kategori ini ada sosok Presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğandengan faham Erdoganisme.
Jurnalis CNN, Fareed Zakaria menyebutkan Erdoganisme adalah Putinisme ala Erdogan, sebuah gaya kepemimpinan yang berpegang pada lima landasan pemikiran , yaitu nilai nilai Ajaran Agama Islam, nationalisme, tatanan sosial yang lebih konservatif, Kapitalisme Negara dan Kontrol terhadap media dan militer..
Dengan landasan prinsip pemerintahan diatas, Erdogan telah muncul sebagai pemimpin kuat di Eropa bahkan dunia dan tentunya di mata Umat Islam. Ia laksana Macan mengaum yang menakuti dan siap menerkam siapa saja yang mengganggunya. Klaim Erdogan bahwa Ia adalah Khalifah Islam berikutnya telah mengingatkan kembali memori kejayaan kekhalifahan usmaniyah yang disegani musuh musuhnya. Ia telah membangkitkan asa umat Islam akan bangkitnya kembali Kekhalifahan Islam di tempat ia jatuh sebelumnya.
Model perjuangan manakah yang paling memungkinkan bisa menghidupkan kembali kekhalifahan Islam? hanya waktu yang akan menjawab. sejarah mencatat, perjuangan kekuatan bersenjata ala ISIS, Taliban dan AlQaidah bukanlah solusi, dan malah membuat Wajah Umat Islam tercoreng. Mereka tidak mewakili Umat dan bukan juga jawaban untuk Umat Islam. Perjuangan soft powermungkin yang paling ideal.Akan tetapi terlalu memakan waktu lama, karena terlalu utopis dan terkadang tidak realistis dalam pergerakannya dan mudah diberangus karena kurangnya kekuatan yang menopangnya. Pembubaran HTI adalah salah satu contohnya. Kini Umat Islam berharap akan lahirnya Erdogan Erdogan baru yang akan mewujudkan mimpi bangkitnya kekhalifahan Islam menjadi sebuah kenyataan.