Gak kaget sebenarnya ketika ada berita didaulatnya wakil putra mahkota sekaligus anak Raja Salman, Mohammed Bin Salman (MBS) menjadi putra mahkota yang baru menggantikan atau menggeser anak pamannya sendiri, Mohammed Bin Nayef (MBN). Posisi Putra Mahkota menjadikan MBS sebagai suksesor pemegang kekuasaan tertinggi Kerajaan Arab Saudi kelak jika ayahnya Raja Salman meninggal, mengakhiri teka teki siapa yang akan menjadi raja sepeninggalnya Raja Salman nanti dan sekaligus melahirkan generasi dan tradisi baru dalam pergantian tampuk kepemimpinan Kerajaan Saudi yang selalu estafet secara horizontal antar kakak ke adik raja menjadi vertikal antar ayah ke anak raja.
Selama ini MBS emang dikenal sebagai The Real King-nya Saudi Arabia, penggagas arah kebijakan dan politik dari Arab Saudi selama dipimpin Raja Salman. Jejaknya terlihat jelas, mulai dari visi 2030 Arab Saudi yang mau melepas ketergantungan migas, invasi Yaman yang dikuasai Suku Alhouti, konfrontasi dengan Iran dan yang terkini pengucilan tetangga sekaligus kawan lamanya sendiri Qatar.
Belajar dari kisah kelabu Arab Spring yang dianggap gagal atau digagalkan, proses pergantian tongkat estafet kepemimpinan di negara-negara teluk sebenarnya berjalan dengan senyap dan hampir tanpa gejolak yang berarti. Qatar contohnya, dengan suka rela Sang Emir Ayah yang masih berkuasa penuh dan sehat sehat saja, menyerahkan kekuasannya kepada putranya, Tamin bin Hamad Al Thani, yang notabene bukan anak tertua, sesuai kebiasaan alih kepemimpinan raja-raja Teluk.
Jauh sebelumnya Dubai sudah mendaulat Mohammed bin Rashid al Maktoum sebagai Penguasa Dubai sekaligus menunjuk putranya sendiri, Hamdan bin Mohammed Al Maktoum, sebagai suksesor penguasa Dubai. Abu Dhabi tidak ketinggalan. Di saat rajanya, yang sekaligus presiden Uni Emirat Arab sering sakit sakitan, munculah penguasa sesuangguhnya atau The Real King dari Abu Dhabi, yaitu Mohammed Bin Zayed (MBZ), yang merupakan adik tiri raja sekarang dan Putra Mahkota Kerajaan Abu Dhabi.
Munculnya generasi dan pemimpin baru di negara negara teluk, di satu sisi membawa angin segar perubahan tapi di sisi lain membawa kekhawatiran akan gaya kepemimpinan anak muda yg emosional, ambisius dan frontal.
Di kalangan pengamat politik Timur Tengah, MBS dan MBZ dikenal dengan gaya kepemimpinan neo bush dengan retorika nya you are either with us or against us . Invasi Yaman, konfrontasi dengan Iran dan pengucilan negara Qatar adalah buktinya. Keduanya petinggi militer dan doyan beli senjata dan alutista militer. Malah MBZ dijuluki Little Khadafi karena kegemarannya belanja alat perang tersebut.
Peta politik Timur Tengah, kini tidak lagi terbelah hitam putih lagi secara ideologis antara Blok Sunni (Saudi, UAE, Mesir, Palestine/Fatah dkk) Vs Blok Syiah (Iran, Iraq, Syiria, Lebanon dkk) tetapi lebih penuh warna dan terkotak kotak dengan hadirnya Qatar, Turki, Kuwait, Palestine/Hamas, dkk yang kelompok Sunni Ikhwani/Hizbi/Sururi yang percaya demokrasi barat sebagai alat menuju kekuasaan. Suatu pengkotakan yang sumir karena bila diteliti lebih dalam lagi pragmatisme dan superioritas/dominasi pengaruh politik di Timur Tengah lah tujuan akhirnya.
Contoh terkini sumirnya alasan logis pengucilan Qatar oleh tetangganya Saudi dkk, bila alasannya adalah karena hubungan Qatar dengan Iran, sudah bukan rahasia lagi, selama ini sebagian anggota Negara Teluk mempunyai hubungan bilateral dagang yang baik dengan Teheran, sebut saja Dubai, Oman , Qatar, Kuwait dan Turki. Alasan Qatar mendukung terorisme dan membiayai kelompok radikal juga sumir, karena Qatar memiliki pangkalan militer Amerika terbesar di Arab dan Qatar sangat aktif membuka dialog mencari solusi konflik Timur Tengah. Ibarat main bola, Qatar mencoba bermain bola cantik ala tiki taka Barcelona, klub yang pernah disponsorinya. Kaki Qatar ada bersama Amerika, Turki, Iran, Afgan/Taliban, Palestine/Hamas dan bahkan Israel.
Jelas sudah, hegemoni politik adalah tujuan semuanya, naiknya Mohammed Bin Salman (MBS) menjadi calon Raja Saudi berikutnya adalah bukti kasat mata kalau Saudi membutuhkan pemimpin muda yang lebih visioner, ambisius dan berani. Berani menagatakan, " You are either with us or against us " bukan hanya kepada lawan politik seperti Iran tapi juga kawan lamanya seperti Qatar, yang juga dipimpin oleh Emir muda yang visioner dan berani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H