Lihat ke Halaman Asli

Tolak Impor Bawang Merah, Ini Strateginya

Diperbarui: 10 Maret 2016   19:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Mentan Amran saat cek stok bawang merah"][/caption]Saat ini, bawang merah sedang menjadi “isu pedas” yang ramai dibicarakan oleh banyak kalangan. Menjadi isu pedas ini bukan tanpa sebab, tapi hal ini dikarenakan saat ini negara kita yang dikenal sebagai negeri gemah ripah loh jinawi, yakni negeri yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah sedang ditimpa “pedasnya” atau lonjakan harga bawang merang di pasaran yang tidak wajar.

Beberapa media massa memberitakan bahwa dalam dua minggu terakhir, harga bawang merah khususnya di Jakarta mengalami kenaikan yang sangat tajam, yakni dari Rp 10 ribu hingga Rp 12 ribu per kg menjad Rp 30 ribu hingga Rp 32 ribu per kg. Keadaan ini jelas-jelas menunjukkan terjadi kenaikan harga bawang merah yang sangat tajam, yakni 200%. Alasan “pedasnya” harga bawang merah ini disebabkan karena faktor kurangnya stok dari petani.

Keadaan ini tentunya membuat banyak pihak mendesak pemerintah agar mengambil langkah terburuk guna menstabilkan harga bawang merah di pasaran. Langkah tersebut adalah impor. Namun, sampai saat ini pemerintah melalui Kementerian Pertanian masih menjamin ketersediaan bawang merah di tingkat petani tersedia.

Alasan masih tersedianya bawang merah di tingkat petani ini bukanlah pepesan kosong. Sebab, saat ini sentra produksi bawang merah sedang melakukan kegiatan panen. Seperti diketahui, ada lima daerah penghasil bawang merah terbesar di Indonesia, yaitu Bima, Brebes, Cirebon, Ngawi, dan Enrekang Sulawesi Selatan.

Untuk memastikan tersedianya produksi bawang merah di lima daerah sentra produksi tersebut, Kementerian Pertanian memiliki strategi atau gebrakan yang luar biasa. Strategi dan gebrakan tersebut telah terbukti ketika berhasil membuktikan stok bawang merah dalam negeri benar-benar tersedia saat terjadi gelojak harga bawang merah menjelang masuknya bulan Ramadhan 2015. Harga bawang merah di pasaran Jakarta dan wilayah sekitar saat itu sangat “pedas”, yakni mencapai Rp 40 ribu per kg. Harga ini, sungguh mencekik konsumen dan para pedagang pun banyak merugi karena sedikitnya pembeli.

Jika mengacu pada teori ekonomi mengenai permintaan dan penawaran, tentu semua kalangan memandang negeri kita krisis stok bawang merah akibat produksi petani yang sedikit. Sehingga, atas dasar kondisi ini, pemerintah melalui rapat kabinetnya memutuskan untuk mengambil jalan impor. Kebijakan ini dianggap ampuh untuk menstabilkan harga bawang merah di pasaran. Dengan demikian, tak ayal publik pun memandangnya sebagai sebuah kegagalan Kementerian Pertanian dalam menyediakan stok pangan dan menstabilkan harga.

Namun, berdasarkan pengamatan penulis melalui informasi di berbagai media massa dan sumber lainnya, Kementerian Pertanian tidak tinggal diam. Melalui sosok menterinya yang lihai bergerak secara spiral dalam setiap mengurai masalah, Kementerian Pertanian langsung menggandeng Perum Bulog, pimpinan DPR RI, Komisi IV DPR RI dan Kementerian Perdagangan melakukan inspeksi mendadak dan operasi pasar secara besar-besaran. Kegiatan ini dilakukan secara masif di berbagai pasar yang ada di kota-kota besar selama menjelang masuknya dan saat bulan Ramadhan. Hasilnya, “pedasnya” harga bawang merah di pasaran berkurang.

Tidak hanya itu, Menteri Pertanian pun masif melakukan panen raya bawang merah di daerah penghasil dan sentral produksi. Saat itu, Menteri Pertanian melakukan panen bawang di Nganjuk, Brebes, Bone, dan Bima.  Ini dilakukan untuk membuktikan stok bawang merah dalam negeri masih tersedia dan cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Faktanya, terbukti produksi dan stok bawang merah dalam negeri mencukupi kebutuhan nasional. Data Kementerian Pertanian menyebutkan, produksi bawang merah di Bima mencapai 40 ribu ton dan Brebes sebanyak 50 ribu ton sehingga produksi total di dua daerah sentral ini sebanyak 90 ribu ton. Total produksi ini mampu memenuhi kebutuhan bawang merah nasional saat menjelang dan Bulan Ramadhan yang hanya 80 hingga 90 ribu ton.

Di sisi lain, untuk menstabilkan harga bawang merah di kota-kota besar, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menerapkan strategi pemangkasan rantai pasok yang mencapai 7 rantai menjadi 4 rantai. Menurut menteri asal Bone itu, panjangnya rantai tata niaga tersebutlah yang memicu “pedasnya” atau lonjakan harga bawang merah di pasaran.

Memotong panjangnya rantai pasok tersebut, Kementerian Pertanian menggandeng Perum Bulog untuk membeli langsung bawang merah di tingkat petani. Yakni turun langsung membeli bawang merah di Bima sebesar Rp 6 ribu hingga Rp 7 ribu per kilogram dan Brebes sebesar Rp 10 ribu per kilogram. Bawang merah tersebut mengguyur pasar di DKI Jakarta, Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan hingga Papua. Hasilnya, harga bawang merah di DKI Jakarta dan wilayah sekitarnya yang Rp 30 ribu hingga 40 ribu per kilogram, langsung terkerek hingga Rp 17 ribu per kilogram.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline