Lihat ke Halaman Asli

Darmadi (1) Cewek Kamar Sebelah

Diperbarui: 25 November 2017   01:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matahari tenggelam di ufuk barat. Langit berubah gelap karena Raja Siang telah kehilangan kuasanya. Sesaat malam yang pekat menjelang, orang-orang telah kembali ke tempat peraduannya, rumahnya, setelah berjuang seharian demi menyambung hidup. Begitupun ayah Rahmat yang menghabiskan lebih banyak waktu di pabrik. Rumah sederhananya selalu menjadi tempat favorit untuk kembali beristrahat dengan tenang sampai fajar menjelang keesokan harinya.

"Apaan ini?" cewek itu berseru ketika belum ada tiga puluh detik membaca tulisan cakar Godzilla---kalau cakar ayam mahbelum parah-parah banget---di tangan. "Kalau awalan ceritanya kayak gini, susah untuk dikembangin jadi cerita utuh."

Mirip kanebo yang dicelupin ke baskom air, seluruh persendian cowok kurus kayak orang yang nggak pernah ngemil nasi itu langsung lemas seketika. Dia kira, tulisannya itu bakal lolos tes kompabilitas oleh Kinanti. Tapi, air mukanya langsung masam ketika cewek itu malah mengumbar kritik, bukannya pujian.

Bagus jadi sedih. Usahanya bertapa tiga hari tiga malam, mandi kembang tujuh rupa, puasa senin-kamis, bahkan cari wangsit ke tempat-tempat sepi untuk bikin satu halaman cerita jadi sia-sia. Untung aja nggak sampai bakar sesajen segala.

"Ini mahmirip-mirip tulisan anak SD yang baru belajar mengarang," terang cewek mungil yang lebih senang rambutnya "dipasangi" poni membuat dua cowok lainnya buru-buru ngumpetinkertas HVS berisi tulisannya sendiri akibat kemungkinan hasil tulisannya nggak beda jauh "kacau"-nya dari tulisan milik Bagus.

 "Awan," Kinanti beralih perhatian. "Coba lihat hasil karangan kamu," katanya lagi sambil memasang gestur mirip preman pasar yang lagi malak uang jajan anak SMP.

Kayak maling yang tertangkap basah pengin ambil helm di tempat parkir, cowok berperawakan paling "manusiawi"---ya, bisa dibilang paling good looking---di antara mereka itu langsung mengeluarkan HVS yang sejak tadi didudukinya.

Namaku Rahmat. Aku seorang pelajar SMA. Kelas XI. Aku hanyalah seorang siswa yang biasa-biasa saja. Tidak terlalu populer di sekolah. Tidak seperti teman-temanku yang memiliki orangtua berada, ayahku hanyalah buruh pabrik dan ibuku hanyalah seorang tukang cuci di kampungku. Walaupun begitu, aku masih bersemangat datang ke sekolah pagi-pagi buta, dan berusaha mewujudkan mimpi agar orangtuaku bangga terhadapku.

Seusai membaca paragraf pertama, muka Kinanti makin masam. "Ini bikinan kamu atau hasil karangan adik kamu, sih? Udah nggak zaman bikin cerita pake cara memperkenalkan tokoh kayak gini."

Benar, kan. Cewek keturunan sunda itu cuma mengenal kata 'sempurna' di otak. Jadi, nggak ada tuh yang namanya 'belum sempurna' atau 'mendekati sempurna' di otaknya.

"Aku kan udah bilang kemarin. Kita itu pengin bikin cerita tentang Rahmat yang dari keluarga kurang berada, bersekolah di SMA yang isinya anak-anak dari keluarga kaya. Jadi tujuannya, kita itu harus kasih pesan moral kalo anak-anak muda kayak kita harus punya semangat belajar yang tinggi," jelas Kinanti membuat tiga cowok yang udah kayak anak murid lagi diomelin gurunya mengangguk-angguk. "Nah, gimana mau kasih pesan moral kayak gitu kalo hasil karangannya kayak tadi?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline