Lihat ke Halaman Asli

Ini Semua Karena Presidential Threshold

Diperbarui: 30 April 2019   18:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tidak dapat dipungkiri bahwa kegaduhan Pilpres dan terpecahnya masyarakat dalam dua kubu pendukung Capres/Cawapres ini disebabkan oleh salah desainya aturan main Pilpres dan Pileg. Bisakah dibayangkan jika UU Pemilu No 7 yang ditetapkan pada tahun silam mempersilahkan partai politik untuk mencalonkan sendiri pasangan Capres/Cawapres tanpa harus dibatasi oleh Presidential Threshold 20 persen itu. Saya membayangkan, jika saja para anggota DPR yang terhormat itu berpikir panjang, maka kegaduhan Pilpres ini tidak akan terjadi.

Tengu dapat dirasakan bahwa kontenstasi pada pilpres 2019 belum menyajikan pilihan kandidat dari kader-kader terbaik bangsa. Hanya ada dua pasang yang bertarung untuk satu kursi yang sama yaitu Jokowi sebagai petahana dan Prabowo sebagai penantang. Sementara para kader terbaik bangsa lainnya semisal Rizal Ramli, Dahlan Iskan, Risma, Mahfud MD dan banyak nama lainnya harus gigit jari karena tidak mendapatkan kesempatan dan menjadi alternatif lain bagi pemilih selain Jokowi-Ma'ruf & Prabowo-Sandiaga.

Sistem presidential threshold yang menetapkan bahwa partai politik dan atau gabungan partai politik yang mencapai suara 20 persen di Pileglah yang boleh mencalonkan Presiden menyebabkan polariasi ini kian mengental yang didahului dengan digelarnya Pilkada DKI pada Februari 2017 silam.

Alhasil, pada pilpres 2019, adalah lanjutan dari terbelahnya masyarakat dalam dua kubu tanpa adanya alternatif lain yang bisa dinilai selain Prabowo dan Jokowi. Disisi lain, partai politik juga tidak mampu menciptakan isu lain yang membuat suasana menjadi lebih tenang dan justru terjebak dalam alur persaingan yang kian tajam.

Seorang pengamat politik menuliskan bahwa bahwa negara kita telah melaksanakan proses demokrasi dengan baik, terbukti dengan terlaksananya pileg & pilgub yang jujur-adil. 

Tetapi adanya aturan presidential threshold pada pilpres menghambat munculnya paslon capres-cawapres potensial yg mungkin dapat mewakili aspirasi dari masyarakat luas. Aturan presidential threshold lebih mewakili kepentingan parpol dibanding aspirasi rakyat dan hal ini tidak memberi pelajaran yang mencerdaskan bangsa dari segi ber-demokrasi.

Sangat disayangkan jika sampai para kader terbaik bangsa tidak dapat mencalonkan diri sebagai kandidat capres-cawapres hanya dikarenakan adanya aturan presidential threshold. Untuk itu, aturan presidential threshold harus ditiadakan, atau setidak-tidaknya direvisi sehingga dapat memudahkan bagi kader-kader terbaik bangsa lainnya ingin mencalonkan diri sebagai capres & cawapres di edisi-edisi pilpres yang akan datang.

Dan akibat dari itu, dikhawatirkan kita akan terus memendam kemarahan pada waktu yang lama karena berbagai hal yag ditimbulkan dari ketidakdewasaan berbangsa dan bernegara seperti saat ini.  




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline