Menjadi terkenal, mencari tambahan penghasilan, berbagi ilmu, ide dan pemikiran, hingga mengajak untuk perbaikan, dan berbagai alasan serta tujuan seseorang menulis, menurut saya tidak salah dan juga tidak masalah. Sah-sah saja, selama tidak melanggar norma agama, aturan negara ataupun merugikan sesama.
Dalam acara Jumpa Penulis yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Oktober tahun lalu, Tere Liye membagikan ilmu menulis kepada seluruh peserta bagaimana menjaga konsistensi dalam menulis. Mempunyai alasan sebanyak-banyaknya adalah salah satunya.
Semakin banyak alasan, semakin dapat ia bertahan. Ibarat seseorang memiliki 99 alasan, ketika salah satunya hilang atau tak dapat diwujudkan, ia masih memiliki 98 alasan. Ketika dua alasan hilang, dia masih memiliki 97 alasan, demikian seterusnya bahkan ketika separuhnya hilang, ia masih memiliki banyak lainnya. Seseorang tak akan berhenti menulis hanya karena tulisannya ditolak penerbit. Juga tak akan berhenti menulis hanya karena satu dua bukunya tak banyak diminati pembaca.
Lebih lanjut Tere Liye menceritakan pengalaman pribadinya sebagai penulis. Novel Hafalan Sholat Delisa yang sangat terkenal hingga kemudian difilmkan itu memiliki cerita tersendiri di awal penerbitannya. Tak terduga sebelumnya kalau novel yang berlatar belakang bencana tsunami si Aceh tersebut bukan dipajang bersama deretan novel-novel lainnya melainkan dipajang bersama buku-buku pelajaran sholat. Yang lebih menggelikan lagi, Tere Liye katakan bahwa ada orang yang mengira bahwa Hafalan Sholat Delisa adalah ajaran sesat, sebab tidak pernah ada sholat baik wajib maupun sunnah yang namanya sholat Delisa. Entah ini lelucon Tere Liye saja, atau memang begitu faktanya, tapi bukan itu intinya. Terus berlatih menulis, menulis, dan menulis adalah kunci untuk menjadi seorang penulis yang hebat.
Di sisi lain, saya berpendapat bahwa menulis adalah salah satu cara membuktikan pada dunia bahwa kita - pernah - ada. Berbeda dengan orang yang tak pernah menulis sepanjang hidupnya, seseorang yang menulis dan mempublikasikannya baik secara offline maupun online, akan lebih dikenal orang. Terlebih bila yang ditulisnya adalah sesuatu kebenaran, kebaikan yang menggerakkan pembacanya untuk melakukan perbaikan, meski yang menulisnya sudah tidak ada lagi di dunia, orang tak akan mudah melupakannya. Nama dan karya-karyanya menjadi sebuah tanda bahwa dia pernah ada, dan memberi manfaat pada sesama.
Jadi, tunggu apa lagi. Tinggalkan bukti pada dunia bahwa kita pernah ada, ayo menulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H