Lihat ke Halaman Asli

Budaya "Nyadran" sebagai Ajang Silaturahmi

Diperbarui: 7 Mei 2018   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Dok. Pribadi)

Nyadran...mungkin bagi masyarakat di wilayah Brebes tidak asing lagi dengan kata itu. Nyadran adalah salah satu ajang silaturahmi yang dilakukan orang yang lebih muda kepada yang tua untuk menyambung ikatan silaturahmi dengan membawa gula, teh dan makanan lainnya sesudah Idul Fithri. Budaya itu seringkali dilakukan oleh orang yang sudah berumah tangga dengan berkunjung ke orang tua, mertua, paman, bibi, kakek, nenek dan juga orang yang dihormati seperti ustadz, guru ngaji dan sebagainya. 

Umumnya, membawa bahan pokok seperti gula, teh, sirup, biskuit, cemilan sebagai buah tangan. Sehingga, seringkali orang yang lebih tua akan banyak kiriman kepadanya beberapa gula, teh, dan bahan makanan lainnya. Meskipun begitu, ia juga akan menyiapkan "pecingan" atau uang yang diberikan kepada anak yang ikut nyadran. 

Persiapan membeli perlengkapan nyadran

Dengan tersedianya bahan-bahan untuk nyadran yang sudah ada di Toko kelontong, atau minimarket, mall dan sebagainya, membuat masyarakat juga sudah mempersiapkan dari awal untuk membeli bahan pokok yang tahan lama seperti gula, sirup, teh. Kebetulan saat ini, harga juga masih standar, biasanya kalau sudah mendekati lebaran, harga melonjak naik.

(sumber: indonetwork.co.id)

Dengan persiapan nyadran, sejajar dengan bagaimana kondisi keuangan yang harus disiapkan. Sejatinya, kalau seseorang merasa nyaman dan tidak berat. dia akan berpikir hanya setahun sekali bisa silaturahmi ke saudara-saudara terdekat maupun jauh. Itupun, dengan ala kadarnya membawa gula, teh. biskuit dan lainnya, hanya sebagai buah tangan pelengkap "nyadran".

Mungkin, bagi yang belum rumah tangga belum merasakan dan sibuk mempersiapkan untuk nyadran. Berbeda, bagi yang berumah tangga, seringkali dia malu kalau datang silaturahmi tidak membawa apa-apa, sehingga mau tidak mau dia harus membawa sesuatu ketika nyadran. Nyadran sebetulnya budaya yang bagus untuk dilestarikan, sebagai ajang perkenalan keluarga, menjelaskan silsilah keluarga untuk selalu terikat dan tidak terputus hubungan kekeluargaan.

Nyadran, Media Silaturahmi yang perlu dilestarikan

k-5af03c53ab12ae17f27bc7e5.jpg

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : "Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi". [Muttafaqun 'alaihi]

Dengan silaturahmi, maka akan dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya. Ini merupakan hadits shohih yang bisa menjadi acuan kita dalam silaturahmi. Sehingga, kalau dibalikkan, kalau tidak menyambung alias memutus silaturahmi, ia kan sulit rizkinya dan umurnya tidak dipanjangkan. Tentu, kita tidak ingin terpecahnya silaturahmi, maka salah satu solusi untuk menyambungnya dengan budaya nyadran, meski setahun sekali.

Nyadran setali dengan pecingan

Pecingan, ada yang menyebutnya Angpao di hari raya idul Fithri yaitu memberi uang kepada anak-anak sebagai bentuk syukur usai bulan Ramadhan.  Budaya ini pun sudah lama, sejak penulis masih kecil, sekitar tahun 90 an pun sudah ada. Kurang begitu tahu kapan awal mula budaya pecingan ini. Maka, beruntung bagi anak kecil saat itu, ia merasakan panen emndapatkan pundi-pundi uang hasil dari pecingan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline