Lihat ke Halaman Asli

Pembalasan Korban "Bully" Berujung Celaka

Diperbarui: 29 April 2018   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

scitechconnect.elsevier.com

Sobat Kompasiana yang selalu semangat ! seperti judul tulisan pertama " Aku Korban Bully sejak kecil sampai SMP", penulis ingin sedikit mengungkapkan pengalaman karena dibully, akhirnya berbuat hal yang tidak benar karena emosi yang tidak terbendung. Sebelum nantinya, penulis akan menulis setelah memasuki SMA, tidak ada bully an lagi.

Usia saat di bangku SMP Kelas 1

Ada satu pengalaman yang menjadi penulis kalap karena dibully terus-terusan oleh temannnya. Ini nyata terjadi saat penulis berusia 14 tahun. Sebetulnya ada dua kejadian yang dialami, namun kejadian kedua yang terparah.

Apa yang melatar belakangi sampai penulis kalap terkait pembully an yang dilakukan teman-teman ? Ternyata saat itu penulis sedang mempelajari ilmu putih atau ada yang menyebutnya karomah. Yang dipelajari saat itu adalah tiupan, apabila ada yang marah dari lawan kita, saat ditiup maka ia akan terpental.

Jiwa muda, gairah muda dan darah muda mungkin juga yang melatar belakangi. Baru dapat bekal seperti itu, ingin mencoba dan menjadi merasa berani dengan orang yang suka membully. Berikut dua kejadian yang penulis alami.

1.Memukul perut pembully

dok. pribadi

Mungkin bisa dikatakan lucu atau berbahaya ? Seperti biasa, penulis berangkat ke Mushola untuk jamaah sholat maghrib, sesudahnya pulang ke rumah dan menuju tempat pengajian Al Quran yang lumayan jauh dari rumah, mungkin kalau zaman now tidak mau jalan kaki, harus mengendarai sepeda motor.

Seperti biasa, saat bertemu anak tersebut, ia membully dan memberi komando kepada teman lain. Entah kenapa, penulis berpikir untuk menghentikan dan berpikir, sampai kapan saya harus dibully terus ?, Akhirnya, pada saat satu shaf dengan anak yang membully penulis. Saat imam takbirotul Ihram dan mengangkat tangan untuk takbir, penulis sebelum mengangkat tangan, spontanitas memukul perut si pembully dengan keras, lalu langsung dilanjutkan dengan takbir.

Sepulangnya sholat maghrib, penulis dihadang dan sempat terjadi cekcok, meskipun penulis bergetar dan deg-degan penuh rasa takut dan cemas. Sudah hampir terjadi baku hantam, namun dilerai oleh jamaah lain yang pulang.

2. memukul wajah pembully

dok. pribadi

Satu anak yang seumuran (sebelumnya dipukul perutnya) sudah tidak membully lagi, namun ada lagi yang masih membully. Padahal usianya dibawah penulis, 2 tahun lebih muda. Kejadian berulang, penulis melakukan perbuatan yang kalap lagi.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline