Lihat ke Halaman Asli

WAHID HASIM

Baca dan baca lalu tulislah

Refleksi Penguasa, Raja Jawa Penguasa Mataram Amangkurat I

Diperbarui: 25 Agustus 2024   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ketua umum Partai Golkar terpilih  Bahlil Lahadalia menyinggung " Raja Jawa" dalam pidato perdananya. Bahlil meminta kepada para kadernya untuk tidak bermain-main dengan "Raja Jawa" jika tidak ingin celaka. "Jadi kita harus lebih paten lagi, soalnya Raja Jawa ini kalau kita main-main, celaka kita. Saya mau kaaih tahu saja, jangan coba-coba main-main barang ini. Waduh ini ngeri-ngeri sedap  barang ini, saya kaaih tahu, " ujar Bahlil

Memiliki kekuasaan terkadang membuat orang semena-mena. Arogan kepada bawahannya karena merasa berkuasa, menghalalkan semua cara untuk meraih yang dicita-citakannya. Semua harus tunduk pada kekuasaannya, semua perangkat kekuasaan dijadikan alat dan corong pembenaran perangainya. Semua yang melawan dan membangkang, tidak tunduk dengan kemauannya, akan disingkirkan - bahkan tidak segan melenyapkan nyawanya.

Ucapan Bahlil meningkatkan sosok Raja Jawa penguasa Mataram, Amangkurat I, selagi berkuasa kurun 1646-1677.

Sejak menjadi orang nomor satu di Mataram, Amangkurat I berupaya mengkonsolidasikan Kerajaan Mataram, melakukan sentralisasi pemerintahan, dan menumpas semua pemberontakan.

Semua program itu dilakukan dengan cara-cara bengis yang menurut sejarawan Merle Calvin Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (1999), sudah diperlihatkan sejak awal berkuasa. Polanya dia selalu menghabisi para penentang, baik itu di kalangan istana atau di daerah.

Setahun sejak berkuasa, misalnya, Amangkurat I terbukti melakukan pembunuhan terhadap Panglima Mataram Wiraguna.

Wiraguna ditugaskan Amangkurat I pergi ke Ujung Timur Jawa untuk mengusir pasukan Bali. Namun, sesampainya di sana, dia dan pasukannya dibunuh atas perintah Amangkurat I. Tak hanya itu, keluarga Wiraguna juga bernasib sama.

Pola-pola seperti ini, menurut Ricklefs, membuat orang-orang yang masih hidup sangat ketakutan. Alhasil, mereka mau tidak mau menjadi menurut sekalipun itu dilakukan sangat sulit. 

Kebengisan Amangkurat I pun makin menjadi-jadi tatkala dia pindah ke istana baru di kawasan Plered. Di sana, Ricklefs menggambarkan istana berdiri sangat megah berdindingkan batu merah.

"Menunjukkan kepermanenan dan kekokohan yang ingin ditunjukkan Amangkurat I di seluruh pelosok kerajaan," tulis Rickfles. 

Setelahnya, Amangkurat I makin sering menghabisi banyak orang. Pada akhirnya, kebiasaan bunuh-membunuh berdampak buruk terhadap kekuasaan Amangkurat I sendiri. Para loyalis dan orang-orang di daerah berbalik arah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline