Lihat ke Halaman Asli

Abimardha Kurniawan

Seperti semua hal yang harus melewati proses sejarah...

Tuan Domis dan Batu Damalung

Diperbarui: 15 April 2023   15:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1. Sketsa Prasasti Ngadoman ketika di Salatiga, kemungkinan dibuat oleh A.J. Bik sekitar 1824. (Sumber: VBG, vol. 10, 1825, hal. 128-12

Diantara sedikit artefak dan batu bersurat yang ditemukan di kawasan lereng Gunung Merbabu, ternyata Batu Damalung cukup menarik perhatian Hendrik Jacobus Domis. Adapun "Batu Damalung" yang dimaksud, lebih dikenal sebagai "Prasasti Ngadoman". Baris awal prasasti ini memang menyebut kata "damalung" (ong sri sarasoti kṛta wukir adi damalung 'Oṃ Saraswati Yang Mulia mencipta gunung utama Damalung'). Sedangkan "Damalung" sendiri merupakan nama kuno untuk Gunung Merbabu.  

Ketika menemukannya sekitar tahun 1824, Domis masih berkedudukan sebagai Residen Semarang. Ia menempati posisi itu antara tahun 1822 hingga 1825. Domis berinisiatif memindahkan Batu Damalung itu dari tempat asalnya di dusun Adoman (sekarang Ngaduman, masuk Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah). Batu itu kemudian diangkut menuju kediaman Domis di Salatiga. Batu itu pun ditempatkan di pekarangan (tuin) rumahnya. 

Menurut Domis, batu itu harus segera dipindahkan ke tempat yang lebih aman agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut. Apalagi batu itu tidak mendapat perlakuan istimewa dari masyarakat setempat, seperti memberi sesaji atau melakukan ritual-ritual penghormatan lainnya. Domis berniat menyerahkannya ke pihak (Bataviaasch) Genootschap. Ia berharap penemuan batu itu akan memberi kontribusi baru bagi pengetahuan akan sejarah Jawa klasik. 

Rangkaian aksara yang terpahat pada permukaan batu itu masih sangat jelas. Domis meminta bantuan Ngabehi Ranadipura, seorang demang di Salatiga, untuk membaca tulisan yang tersurat. Ranadipura menyebut jenis aksaranya sebagai "Sandi Buda", suatu sebutan umum dari masyarakat lokal waktu itu untuk sistem aksara yang digunakan sebelum aksara Jawa modern. Sayangnya, upaya Ranadipura hanya berhenti hingga tahap alih aksara. Ranadipura mengaku bahwa ia tidak dapat memahami bahasanya. 

Domis memutuskan untuk meminta bantuan Panembahan Sumenep, Madura. Sang Panembahan dikenal sebagai orang yang memiliki kecakapan dalam memahami bahasa Kawi. Melalui bantuan seorang regent di wilayah Semarang, upaya Domis ternyata membuahkan hasil. Panembahan Sumenep membuat terjemahan teks Batu Damalung dalam bahasa Melayu. Terjemahan itu lantas diterbitkan dalam seri Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Risalah Masyarakat Seni dan Ilmu Pengetahuan Batavia), volume 10, tahun 1825 (halaman 107-130), sebagai suplemen artikel Domis yang berjudul "Salatiga, Merbaboe, en de Zeven Tempels" (Salatiga, Merbabu, dan Tujuh Candi). Domis menambahkan pula terjemahan bahasa Belanda sebagai pendamping teks terjemahan Melayu dalam terbitan yang sama. Residen Semarang itu terlihat begitu antusias menyikapi temuan istimewa ini. 

Berikut ini adalah hasil terjemahan Panembahan Sumenep. 

"Inie pengngajaran kaloe sapa njang maoe dapet tempat besar njang tentoe dengen slamet, maoeanja moestie pake apa njang jadie kabaekan dengen betool teroos terang dalem atie-nja, dengen njang kras pegang iegama, biear djangan dapet ingettan njang djadie boesook, soepaija di blakang-kalie biear dapet njang terlebieg kabesaran, di atas itoe dapet djalannan ingettan, telaloe terang separtie Mentarie en Boelan. Semoea orang moestie taoe orang njang dapet kabesaran itoe, orang njang toeroot parintahnja Batara, tandanja njang menoejoeken siapa njang tieda toeroet itoe parinta, dapet bagiean hoekoeman naraka. 

Apa bekas pakirdjan njang soeda di djalanie, itoe mendjadie pembelienja pakerdjan baroe, lagie siapa njang kasie nama boesook sama orang, tentoe dapet kendirie, darietoe jangan loepa poedjinja soepaija djangan sampe melangar, apa njang djadie larangan, soengoe soengoe, inie pengngadjaran njang betool, siapa njang biesa djalannie, segala sing maliat sama diea telaloe tjienta dingen hormatnja. 

Diatas moedjie tiedag ada lebieg darie toedjoe Boekoe, baiknja, soengoe itoe njang Taon temponja die kerdja 427." 

Agar lebih mudah dipahami, maka teks Melayu di atas perlu diubah mengikuti ejaan yang dikenal sekarang. Hasilnya adalah sebagai berikut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline