Lihat ke Halaman Asli

Sabri Leurima

Ciputat, Indonesia

Cerpen | Jangan Panggil Namaku, Sebut Tante Saja

Diperbarui: 5 September 2019   05:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: dokpri

Ada seorang gadis yang membuatku tidak betah dalam berfikir. Ia terlihat manja dan sungguh sangat lebay bagiku. Tetapi aku menyukainya dengan sikap keterbukaan yang ditunjukan padaku. Tidak seperti gadis-gadis lain yang ku kenal dan terbilang menjaga jarak.

Aku belum pernah bertatap muka langsung dengannya. Tapi namanya aku tahu lewat pembicaraan teman-teman. Mifta Salma Tuarita namanya. Orangnya cantik dan berprofesi sebagai guru SMP di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).

Awalnya gadis ini adalah pacarnya adikku, aku kenal dengannya karena sering komunikasi dimedsos. Dia spontan menyahutku dengan sebutan kakak Ipar. Hehehe.. itu lucu beberanku. Belum sah kata demikian kau ucapkan jika belum ijab kabul.

Akibat sifat adikku yang terlihat bocah, ia dengan tegas ingin mengakhiri hubungan mereka. Namun menunggu hal-hal penting  yang harus diselesaikan. Ini bukan berkonotasi negatif ya, kata dia kepadaku.

Akhirnya hubungan kontak online kami berdua selalu aktif sampai pada titik-titik curhatan tidak jelas. Menanyakan sudah makan, lagi ngapain dan sebagainya adalah rutinitas obrolan pembuka aku bersamanya.

Pelan-pelan perdebatan soal nama muncul. Aku yang sering memanggilnya kakak dan dibantah olehnya untuk tidak boleh. Alasanya karena selesten. Padahal secara umur dia lebih tua setahun dariku. Biar lebih enak katanya panggil aku tante saja. Jangan lagi panggil namaku.

Yasudah, aku iyakan untuk memanggilnya tante. Walau menurutku kata itu tidak cocok dikenakan pada usia yang masih muda ini. Sengaja aku tawarkan untuk memanggilnya cinta. Jangan panggil cinta lagi, pintanya. Panggil tante saja biar lebih enak.

Well, dengan terpaksa aku menerimanya. Lalu tidak secara sengaja aku mulai menunjukan rasa cintaku padanya. Dia menuduhku gila dengan menggunakan bahasa tanah asal daerahnya, yang itu aku juga mengerti.

Bukan saja gila, aku juga dikatain tengah kerasukan setan. So, aku tidak ambil pusing. Dengan lapang dada aku menggangapnya bukan suatu problem tapi canda gulana.

Terkadang juga ia merasa bosan ketika aku sudah membuka pembicaraan pada hal-hal yang serius semisal mengajaknya untuk menjadi bagian dari hidupku. Tertawa dan terwata merupakan ekspresi yang aku dapatkan dari balasan chatnya.

Aku bukan berencana untuk merusak hubungan adikku denganya. Tidak ada sama sekali niat ke arah berbahaya itu. Hanya saja aku merasa kasihan pada si gadis dan adikku yang terus bertengkar tidak jelas. Apakah ini yang namanya jodoh bila terus ada pertengkaran. Bukan to? walau optimisime orang tua sudah bulat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline