Di tengah kebutuhan meningkatkan literasi warga untuk memperkuat masyarakat berpengetahuan knowledge dalam demokrasi, pembiaran razia buku oleh aparat negara dan komponen masyarakat adalah bentuk kemunduran peradaban manusia.
Buku merupakan salah satu ciri peradaban manusia sebagai instrumen yang mendokumentasikan ilmu pengetahuan yang atas dasar apapun tidak bisa dibatasi, dibredel, bahkan dilarang, baik oleh individu maupun oleh negara.
Ada hak atas kebebasan berpikir dan berekspresi yang melekat pada diri penulis buku. Ada pula hak atas mamfaat ilmu pengetahuan yang melekat pada publik sebagai manusia pembelajar.
Paranoia terhadap komunisme kembali menyasar kebebasan sipil dan hak atas kebudayaan warga. Dalam dua minggu berturut-turut razia buku yang dituding berbahaya karena bermuatan komunisme terjadi di masyarakat.
Dua mahasiswa di Probolinggo (29/7/2019) ditangkap Polsek Kraksaan karena menggelar lapak buku yang berisi buku biografi tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Buku tersebut diamankan lalu diambil alih oleh MUI.
Aksi razia juga dilakukan oleh sekelompok orang di Makassar (3/8/2019) terhadap sejumlah buku yang berisi ilmu pengetahuan tentang paham marxisme termasuk sejumlah buku ajar.
Pada Desember 2018 lalu, Personel Komando Distrik Militer 0809 Kediri merazia dan menyita 138 buku yang ditengarai mengandung ajaran komunisme. Ratusan buku terkait Partai Komunis Indonesia (PKI) itu disita dari dua toko buku di Jalan Brawijaya, Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri.
Padahal di luar sana, banyak anak muda yang susah payah mencari buku sebagai bahan referensi memperkaya pengetahuan. Juga anak-anak muda yang berjuang untuk literasi Indonesia, mereka mengumpulkan buku untuk membuka lapak-lapak baca, rumah baca dan taman baca sebagai bentuk mendorong minat baca sejak dini.
Tapi sayang, ada pihak lain dengan semangatnya pula melakukan razia, menyita buku-buku yang menurut mereka mengganggu. Kalau semua buku bermuatan kiri disita, gimana nasib mahasiswa sosial politik, pak?
Oleh karenanya, patut untuk kita menentang keras razia buku dan pembiaran aparat negara terhadap tindakan main hakim sendiri atas dasar paranoia pada pemikiran-pemikiran filsafat, politik, dan gerakan kebudayaan.
Tindakan aparat kepolisian dan juga kelompok vigilante mencerminkan ketidakpahaman pada muatan buku dan konsep komunisme serta marxisme yang menjadi alasan tindakan melawan hukum yang mereka lakukan.