Lihat ke Halaman Asli

Sabri Leurima

Ciputat, Indonesia

Membongkar Kejahatan HAM pada PT. WLI Seram Utara

Diperbarui: 9 Juli 2019   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Facebook PT. WLI

Pelanggaran yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas Wahana Lestari Investama ( PT WLI) yang berada di Desa Pasahari dan Arara, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, telah menyebabkan banyak kejahatan Hak Asasi Manusia(HAM) yang terstruktur, masif, dan sistematis.

PT WLI yang bergerak di sektor pertambangan Udang ini, dikabarkan banyak menimbulkan masalah yang menyengsarakan lingkungan hidup dan para pekerja/buruh. Sedari dulu, semenjak berdiri pada tahun 1994 hingga 2019, PT WLI tidak sama sekali memiliki dokumen analisa dampak lingkungan (Amdal). Alhasilnya, pembuangan limbah dilakukan sembarangan dan mencemari lingkungan.

Sedangkan dalam Undang-undang berbicara, Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan(Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) barang siapa yang melanggar dapat dikenai pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 109 ayat (1) UU Nomor 32 tahun 2009 bahwa:

"Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)". (Pasal 109 ayat (1) UUPPLH)

"Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)". (Pasal 111 ayat (2) UUPPLH

Pelanggaran lain yang dilakukan adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak tanpa mekanisme prosedur hukum yang jelas. Proses PHK sepihak dilakukan berdasarkan otoritas perusahan, padahal mekanisme PHK harus berlandaskan Undang-undang No 13 tahum 2003 tentang: Ketenagakerjaan

Belum lagi, pembayaran pesangon para pekerja yang tidak sesuai, sehingga melahirkan berbagai keresahan para buruh perusahan. Aktivitas perusahan pun semakin kokoh dan acuh tak acuh menjadi simbol power pull. Oleh karenanya, PT WLI sudah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) disektor Ekonomi, sosial dan budaya ( Ekosob) yang harus diproses sesuai aturan hukum yang berlaku.

Walaupun dijanjikan akan dibayar gaji atau pesangon para buruh 90 orang yang di PHK oleh Dirut III, Karel Albert Ralahalu, saya rasa itu belum cukup. Karena problem lainnya  ialah bagaimana kemudian perusahan harus memulihkan lingkungan yang sehat akibat pembuangan limbah sembarangan.

Bahkan diceritakan, Pemerintah Daerah Malteng, Dinas Ketenagakerjaan, dan Komisi III DPRD Malteng sengaja menjadi tameng (preman) perusahan. Sehingga prinsip tranparansi dan profesional perusahan tidak loyal dalam mengakomodir hak-hak buruh dan hak atas lingkungan yang bersih dan aman.

Gubernur Murad Ismail dan promosi Persoalan HAM di Maluku

Sesuai perkataan Gubernur Maluku, Murad Ismail, pada 24 Juni 2019 lalu, seperti dilansir dari ambonekspres. fajar.co.id bahwa ada beberapa kasus (Pelanggaran HAM) yang perlu disikapi dan dibicarakan dan sikapi lebih lanjut. Murad juga tidak menampik di Maluku juga masih banyak terjadi kasus pelanggran HAM. Terutama menyangkut kasus tanah (sengketa lahan) dan lain sebagainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline