Lontaran ucapan pembatasan pemberitaan media yang dilakukan Gubernur baru Maluku, Murad Ismail adalah tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia(HAM) yang tidak bisa di diamkan. Murad mengaku banyak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dianiaya di Malaysia. Tapi kata dia, wartawan di sana tidak memberitakannya. Karena itu, dia meminta pers di Maluku meniru wartawan Malaysia.
Seperti dilansir dari Gatra.com, Murad mengatakan, "Kita harus bisa memposisikan diri seperti wartawan di Malaysia. Tenaga kerja kita di Malaysia dianiaya dengan luar biasa. Tapi tidak pernah wartawan Malaysia menulis yang jelek tentang orang Malaysia," ujar Murad.
Murad berharap, wartawan di daerah ini bisa memberitakan berbagai kebaikan tentang Maluku. Sehingga Provinsi Raja-Raja ini memiliki nilai jual di tingkat pusat. Hhhh... Pak Murad pencitraannya bikin jengkel banget. Emang beda Pak, membandingkan culture demokrasi Indonesia dengan culture demokrasi Malasyia.
Nada ucapan yang disampaikan Murad, bagi saya merupakan langkah pemberhangusan terhadap kekuatan demokrasi disektor media. Sebagaimana kita tahu bersama, kebebasan pers adalah salah satu pilar inti dari demokrasi Indonesia yang harus dihormati dan tidak boleh dibatasi oleh siapapun dalam kondisi apapun.
Senyata, setelah 100 hari kerja, Murad sudah melanggar HAM dengan membatasi pewarta untuk menulis pemberitaan yang berbunyi negatif. Terus, jikalau ada kasus mengenai kejahatan atau pencabulan, pemerkosaan, tidak boleh diberitakan ya pak? "Kok saya jadi tidak geli ya". Apakah inikah kado 100 hari kerja sang Gubernur baru kepada masyarakat Maluku?
Dalam kungjungan Ketua Komnas HAM Indonesia ke Maluku, Murad mengaku, banyak persoalan mengenai Hak Asasi Manusia terjadi di Maluku. Ini yang perlu kita bicarakan dan diskusikan. Umumnya permasalahan yang banyak terjadi adalah persoalan tanah. "Terutama menyangkut kejadian HAM. Ada hal-hal yang perlu di tingkatkan dari informal menjadi formal," terangnya.
Bagaimana mau bicara HAM bila sendiri melanggar HAM. Adoo, ada-ada saja Pak Murad. Secara pemangku kewajiban, Gubernur Murad Ismail, merupakan bagian dari negara yang harus mentaati 3 kewajiban negara, yakni; to respect (menghormati), to protect ( memenuhi), dan to fulfill (melindungi). Bila ketiganya dilanggar, negara gagal dalam menjamin hak asasi manusia.
Demikian juga dengan kebebasan pers, Kebebasan pers (freedom of the press) adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan.
Secara konseptual kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana, dan bersih. Melalui kebebasan pers masyarakat akan dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat sendiri.
Berbagai aturan tentang Kebebasan pers telah diatur sedemikian rupa, dalam pasal 28 F Undang-undang 1945, kemudian UU No12 tahun 2005 tentang Hak Sipil dan Politik, ada juga UU No 39 tahun 1999 tentang HAM, dan terakhir UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Seperti awal tadi, apa yang disampaikan Murad, jelas tidak berdasar pada aturan-aturan diatas yang memberikan kebebasan kepada pers. Walau memang dalam mekanisme jurnalistik dan kode etik jurnalis ada hal-hal yang juga diatur, itu lewat dewan pers bukan gubernur. Bagi saya yang diucapkam Murad terlalu sedemikian enaknya dan mungkin tidak paham soal kerja jurnalis dan HAM.