Ruang publik-politik demokrasi dewasa ini tidak sepi dari gerakan perempuan. Perempuan makin berlipat ganda, perempuan semakin tampil diruang publik dengan membangun organisasi-organisasi perempuan. organisasi-organisasi yang di bangun pun tidaklah di grebek seperti jaman orde baru dulu. Berbagai ruang ekspresi atas hak politik makin terbuka.
Namun, ditengah pergolakan pergerakan perempuan ini, relasi antar kekuasaan dan peran perempuan masih di batasi dengan regulasi yang diskrminatif. fakta ini terjawab ketika keterwakilan perempuan di parlemen masih di dominasi oleh laki-laki. Bisa dibilang penempatan kualitas perempuan masih dibilang rendah.
Selain itu, di berbagai daerah muncul perda-perda diskriminatif yang menyudutkan perempuan untuk mengespresikan kebebasanya. Otonomi daerah tak lain bukan sebagai pemberian nilai kemanusiaan yang setara namun menyudutkan satu pihak dengan melahirkan berbagai perda diskriminatif. Komnas Perempuan 2018 mengeluarkan data bahwa sejak 2009 hingga sekarang, tecatat 421 perda diskriminatif, di mana sekitar 330 lebih adalah perda diskriminatif terhadap perempuan.
Di Provinsi Aceh, menurut lembaga advokasi perempuan Aceh, hukum syariat justru dipandang berkontribusi pada kasus pelecehan terhadap kaum perempuan di ranah publik. Ditemukan 1.060 kasus kekerasan terhadap perempuan sebagian besar terjadi di ruang domestik seperti kekerasan dalam rumah tangga(KDRT).
Rosalina Syaid dari LBH Apik Aceh menjelaskan, Qanun busana Islami dan qanun khalawat regulasinya lebih menuntun ke perempuan, tapi herannya regulasi ini bukan untuk menghindari perempuan dari tindakan pelecehan namun menyebabkan pelecehan terhadap perempuan itu terjadi.(www.bbc.com)
Perempuan telah mengalami arus maju-mundur karena pembatasan dengan perda tersebut. Selain tidak ada adil bagi perempuan perda diskriminatif ini juga tak adil bagi laki-laki karena tidak dilibatkan. Kelompok perempuan saja yang di sasar, kan diskriminatif banget!
Selain di Aceh, Provinsi Jawa Barat, dan Sumatra Barat adalah daerah yang paling banyak mengeluarkan kebijakan diskriminatifnya. Pembatasan jam keluar malam contohnya. Baik bagi kita yaang tidak bekerja di malam hari, tapi terbeban bagi mereka yang bekerja waktu malam untuk melayani urusan publik baik di insntansi pemerintah atau pedagan kecil.
Kebijakan ini pun terstruktur mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga provinsi, ada yang berbentuk perda, sisanya berbentuk surat edaran keputusan kepala daerah dari tingkat kelurahan sampai desa.
Apa Yang Harus dilakukan?
Perempuan adalah sumber daya manusia yang jumlahnya besar dan memiliki potensi dalam kaitanya sebagai subjek pembangunan. sebagai bagian dari sumber daya manusia, perempuan memiliki peran strategis dalam kehidupan. Peran penting tersebut tercermin dalam aspek kehidupan baik keluarga, masyarakat dan negara.
Perempuan sebagai pemberi hidup umat manusia patutlah menjadi konsentrasi tersendiri bagi setiap pengambilan kebijakan, bukan menempatkan perempuan dalam lorong diskriminatif. Sejatinya kuota 30%bagi perempuan dalam UU Pemilu No 8 Tahun 2012 dan berbagai perda agama yang lahir adalah bentuk pelecehan terbesar bagi kaum perempuan. Sehingga bersama untuk melawan segala bentuk penindasa terhadap kaum perempuan sudah seharusnya diwujudkan.