Survei bank sentral Rusia yang dirilis pada Kamis (21/4) lalu menunjukkan prospek ekonomi Rusia bergerak memburuk. Hasil survei itu menunjukkan kontraksi yang lebih dalam dari yang diperkirakan sebelumnya dan inflasi melonjak menjadi 22 persen tahun ini.
Di sisi lain Presiden Vladimir Putin menegaskan ekonomi Rusia telah berhasil mengatasi rentetan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang diberlakukan sejak ia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari. Sementara para ekonom percaya bahwa dampak terburuk dari sanksi masih akan datang.
Berbicara di Duma (Parlemen Rusia) pada Kamis itu Gubernur Bank Sentral Rusia Elvira Nabiullina memperingatkan "kesulitan" dan "transformasi struktural" ekonomi Rusia karena sanksi yang melemahkan.
"Kesulitan muncul di semua sektor, baik di perusahaan besar maupun kecil," kata Nabiullina. Ia, yang dikenal sebagai orang kepercayaan Presiden Putin, mengatakan transformasi ekonomi, yang sangat bergantung pada impor peralatan manufaktur dan barang konsumsi, telah dimulai.
"Karena sanksi, konsumen dan produsen Rusia kehilangan akses ke pasar untuk impor dan ekspor produk jadi dan komponen," katanya.
Nabiullina menegaskan masalah mungkin muncul bahkan ketika produksi memiliki tingkat lokalisasi yang tinggi ketika ada tingkat substitusi impor yang cukup tinggi.
Dalam survei terbaru yang diambil oleh Bank of Russia pada 13-19 April lalu, para ekonom memperkirakan kontraksi ekonomi sebesar 9,2 persen tahun ini sementara inflasi sekarang diperkirakan akan meningkat menjadi 22 persen.
Dalam jajak pendapat sebelumnya di bulan Maret 2022 para ekonom memperkirakan produk domestik bruto turun 8 persen tahun ini dan tingkat inflasi tahunan mencapai 20 persen.
Dalam penilaian terbaru para ekonom juga memangkas prospek pertumbuhan ekonomi Rusia untuk tahun depan menjadi nol dari 1 persen sebelumnya. Menurut survei angka pengangguran diprediksi akan tumbuh menjadi 6,9 persen pada akhir tahun ini dari 4,3 persen pada akhir tahun 2021 lalu.
Rubel, yang telah pulih setelah jatuh ke level 150 terhadap dollar AS yang belum pernah terjadi sebelumnya setelah sanksi, diperkirakan akan diperdagangkan pada 85 rubel tahun ini, 90 rubel pada 2023, dan 96 rubel pada 2024. (The Moscow Times/*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H