Lihat ke Halaman Asli

You're What You Think

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

[caption id="attachment_123831" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: http://sciblogs.co.nz/guestwork/files/2010/03/brain1.jpg"][/caption] Sejak beberapa hari ini saya sedang merawat dan mengobservasi dua orang pasien yang mengalami gangguan jiwa. Satu orang lelaki dan satu orang perempuan. Mereka sedang menjalani terapi di sebuah rumah sakit jiwa di Malaysia dan di tempatkan di ruang rawat inap yang berbeda. Saya tidak akan menceritakan secara detil tentang mereka, yang ingin saya sampaikan adalah berkaitan dengan pemikiran mereka dan tingkah laku yang mereka tunjukkan beberapa hari belakangan ini. Setiap melihat mahasiswa bimbingan saya yang terlihat cantik, sang pasien lelaki pasti mendekati dan berbicara tentang fantasi seksual yang ingin dia lakukan. Begitu juga pasien yang perempuan, setiap melihat lelaki memasuki ruang rawat inapnya, dia langsung mendekat sambil mengatakan perkataan yang vulgar dan mengajak lelaki tersebut untuk berhubungan seksual dengannya. Sungguh keduanya telah menunjukkan perilaku yang amat menyimpang, yang berasal dari pemikirannya yang tidak dapat dikendalikannya. Melihat fenomena tersebut, saya jadi teringat dengan ucapan seorang pakar jiwa bernama Jahoda yang mengatakan bahwa berfikir positif terhadap diri sendiri merupakan pangkal dari kesehatan jiwa. Bila kita menyadari bahwa diri kita adalah unik, istimewa dan berbeda dengan yang lain, maka persepsi kita pun akan terbawa positif. Persepsi yang positif akan membuat kita berperilaku positif yang akan mendorong kita melakukan perbuatan-perbuatan yang positif sehingga keberadaan kita akan terasa berguna bagi orang lain. Akan tetapi kondisi sebaliknya dapat pula terjadi, misalnya kedua pasien gangguan jiwa diatas semasa dalam kondisi normal telah terbiasa untuk berfikir dan berfantasi tentang seksualitas sehingga hal tersebut terus memenuhi pikirannya bahkan termanifestasikan selama pasien tersebut menjalani perawatan di rumah sakit jiwa. Sungguh perilaku bertolak belakang terjadi yang diakibatkan karena perbedaan pemikiran yang positif dan yang negatif. Mungkin kita tidak ingin mengalami seperti apa yang terjadi pada kedua pasien gangguan jiwa diatas, yang membuka aibnya sendiri akibat dari kehilangan orientasi terhadap realita karena mengalami gangguan jiwa sehingga apa yang mereka sembunyikan dengan rapat dimasa mereka sehat terlihat jelas dan termanifestasikan disaat mereka sakit jiwa. So, you're what you think.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline