Lihat ke Halaman Asli

Abidin Khusaeni

Suka nulis

Full Day School, Jangan Mengekang!

Diperbarui: 17 Juli 2017   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: kompas.com

Menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) Muhadjir Effendy tempo lalu mewacanakan kebijakan full-day school (FDS) untuk level sekolah dasar SD dan SMP negeri maupun swasta. Menurut mendikbud, tujuan FDS adalah membuat anak memiliki kegiatan di sekolah dibandingkan berada sendirian di rumah ketika orang tua mereka masih bekerja (cnnindonesia, 8/8). Kemudian sejumlah perdebatan muncul baik di social media, baik pro maupun kontra menyatakan dengan argumentasinya masing-masing. Namun di waktu yang lalu masyarakat terlalu tergesa-gesa menanggapi kebijakan tersebut. 

Memang konsep FDS tersebut terinspirasi dari sekolah swasta yang sukses dilakukan dalam membentuk karakter siswanya. Terlebih bagi keluarga yang tergolong miskin tidak dapat mengakses pendidikan semacam ini di sekolah swasta. Karena pastinya dibutuhkan cost mahal untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah swasta tersebut. Niat baik ini yang ingin dibangun oleh kemendikbud untuk pendidikan Indonesia. Sehingga kebijakan ini diberharapkan bisa diterapkan di sekolah negeri maupun swasta lainnya di seluruh indonesia. 

Gagasan mendikbud untuk membentuk siswa berkarakter tentunya patut kita dukung sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Kemendikbud selaku penggagas harus memiliki argument kuat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat. jangan sampai gagasan yang diluncurkan hanya mengikuti trend semata tanpa ada study mendalam. 

Memang resiko orang tua bekerja adalah kesulitan mengontrol dan mengawasi anak. Sejumlah peristiwa criminal seperti penculikan, pelecehan, dan kekerasan seksual yang disertai pembunuhan. Itu semua adalah sederet kasus karena kurangya pengawasan dan perhatian orang tua kepada anak. Hal ini menjadikan orang tua cenderung memilih menyekolahkan anak mereka ke sekolak swasta yang menerapkan FDS. Seharian di sekolah dengan pengawasan guru yang terlatih dan professional tentu lebih baik dibanding membiarkan anak sepulang sekolah sendiri di rumah atau bergaul tanpa pengawasan.

FDS, Apakah siap?

Full-day school harus jelas dalam pelaksanaannya, hal ini terkait langsung dengan sekolah selaku implementator. Untuk itu, hubungan antara sekolah dan orang tua murid harus selaras terlebih dahulu harmonis, dengan ditunjukan adanya kesepakatan diantara keduanya. Jangan sampai orang tua (masyarakat) menganggap konsep FDS adalah konsep sekolah sebagai tempat penitipan anak. Ini jelas merubah makna dasar dari FDS yakni menanamkan karakter kepada siswa. 

Penerapan FDS setidaknya membutuhkan fasilitas dan guru yang mempuni (terlatih dan professional). Bila kedua hal ini belum tersedia, maka kemendikbud jangan sekali-kali bermimpi konsep ini akan berhasil. Malah kebijakan ini akan membebani sekolah dan pada pelaksanaanya akan menimbulkan permasalahan baru bagi sekolah tersebut. 

Jika fasiltas tidak mendukung maka penerapaan kebijakan ini akan terlihat stagnan dan membosankan seharian di sekolah. Bisa dibayangkan jika para siswa belajar seharian di sekolah namun sekolah tidak mempunyai fasilitas yang layak penunjang belajar yang menyenangkan, hanya masuk kelas dan belajar secara monoton. Hal ini justru akan mengganggu psikologis anak, anak akan merasa tertekan dan terkukung keadaan karena tak ada yang menarik di sekolah. Selain itu, konsep FDS ini juga sangat membutuhkan guru yang mempuni, yang dapat menjalankan kebijakan ini dengan baik dan membuat suasana menjadi menyenangkan tentunya. 

Jangan sampai dengan jumlah jam kerja yang bertambah menjadikan guru malah stress dengan pekerjaan dan tidak tahu harus bagaimana menangani para siswa. Guru sebagai tenaga pelaksana dalam pendidikan wajib memiliki keterampilan dalam mengelola waktu dan situasi agar pembelajaran di sekolah berjalan secara menyenangkan. Maka bagi pemerintah (kemendikbud) sudah selayaknya sebelum konsep FDS ini digulirkan perlu diadakanya pelatihan atau kursus kepada para guru. 

Tapi, Nyatanya kemendikbud masih mengabaikan kualitas guru untuk menjalankan FDS ini (okezone, 16/8) Kalau itu diabaikan, konsep ini hanya akan menjadi masalah baru dalam pendidikan. Lalu, Kemendikbud juga seharusnya mempertimbangkan secara matang dari sudut pandang siswanya. Kita tentunya tidak mengharapkan bahwa konsep FDS yang diusung ini merenggut waktu anak bermain. 

Saat anak bermain merupakan upaya anak dalam mengeksplorasi dan mengimajinasikan banyak hal tentang dunia. Sebagai contoh anak bermain boneka, masak-masakan, perang-perangan. Semua itu adalah upaya anak dalam mengeksplorasi dan mengimajinasikan dunia yang dimanifestasikan dalam bentuk permainan, melalui permainan tersebut anak akan merasa dapat menyalurkan hasrat dan potensi dalam dirinya. Tentunya pendidikan harus peduli semua itu sebagai upaya penghargaan pendidikan (sekolah) terhadap tumbuh kembang kecerdasan anak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline