Pagi yang sudah melipat jarak antara kenangan masalalu dan palung massa dimana aku berpijak, aku hidup diantara tanya semesta yang melukis kisah dari berbagai sumber kepahitan yang dielu elukan oleh para pencari penghidupan, antara rupa dan kantong kantong yang musti kenyang dan pongah terisi oleh sampah. padahal itu derita. Mati tak indah cukup hanya mati pada akhirnya. sebab ada yang terpatri dalam benak atas kekayaan yang meliputi rongrongan keduniawian yang menghidiupkan luka pada kesimpulan nafas yang tak boleh terhenti. Begitulah mati saja susah ketika perut terlalu pongah. Harta dan benda terlalu pongah. Hidup disini lebih tepatnya pada kesederhananaan nikmat kehidupan antara pelita cahaya kemanusiaan dan kebermanfaatan.
Namaku Abidin, Aku seorang manusia naf diantara jutaan makna yang sudah buta akan kekayaan, kepongahan dan kecintaan terhadap kertas tak bertuan. Aku sendiri tak pernah mengerti apa yang sebenarnya dicari dalam hidup yang terhitung lentik jarinya, tak bisa dinikmati dalam separuh abadpun.
Sebuah alasan dimana hidup tak lucu jika hanya dihabiskan untuk bersikukuh pada kebohongan yang dibuat lewat secarik kertas dan kekayaan yang diraup dari kepalsuan.
Hampir 5 tahun ini aku hidup sendiri, bertahan hidup disebuah kamar kost kecil, diantara himpitan para manusia diperkotaan yang sudi terpinggirkan. Tepat 5 tahun yang lalu aku ini seorang pegawai negeri sipil di salah satu instansi pemerintah, namun aku memutuskan untuk pergi meninggalkan semua kepongahan itu. Hiingga akhirnya aku harus dirundung oleh konsukunesi masalah yang sudah usang digariskan.
Ditinggalkan istri, di usir mertua dan dikucilkan oleh tetangga, aku sudah memilih jalan hidup ditengah kejujuran dan kesederhanaan, aku sudah tidak lagi kaya raya.
Sebab semua hartaku habis dan aku memutuskan untuk berhenti menjalani hidup yang penuh kepalsuan. Sebuah keputusan yang pelik.
Pagi ini, suara ayam sudah mengisyaratkanku untuk terbangun dari tempat tidur, suara adzan bergemuruh diseluruh sudut. Fajar shodiq telah tiba. Setelah nyawa terhimpun, lekaslah aku pergi kekamar mandi. Setelah mandi tak lupa berwudhu untuk shalat subuh.
Menguatkan keyakinan menghadap ilahi untuk meminta restu agar semesta tetap berpihak padaku.. sujudku bersimbah pada doa keyakinan untuk hidup dari keringat jerih payah ketulusan.
Pagi sekali aku sudah bersiap untuk menyiapkan sayur sayuran yang akan kujual, tak lupa menyiapkan energy dengan meminum segelas teh hangat dengan gorengan bakwan yang ku beli dari samping kostan sebagai sarapan.
Ku tata satu persatu sayur sayuran disekujur tubuh motorku, motor yang sudah kusulap sebagai tempat untuk menjajakan dagangan, dibelakang aku pasangkan gerobak.