Lihat ke Halaman Asli

Abidin Ghozali

Direktur Ilmu Filsafat Islam Jamblang

Lumpuhkan Toleransi, DPP Permana Kecam dan Tolak Kehadiran Ormas Ekstrem Intoleran

Diperbarui: 1 September 2022   04:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Khoirul Abidin (Cak Abid) adalah ketua umum Pergerakan Milenial Nusantara (PERMANA).  

Masalah Intoleransi bagai api dalam sekam, bahaya dapat terjadi di setiap waktu, atau kejahatan yang dilakukan secara diam-diam seperti kegiatan Intoleran patut diwaspadai. Kasus intoleransi kerap muncul di sela-sela perayaan kebinekaan, dalam suasana perayaan HUT ke 77 RI, dimeriahkan kegiatan toleransi di berbagai wilayah misalnya; Wonosobo gelar doa bersama lintas agama, Di Sulawesi Selatan gelar pekan merdeka toleransi dengan kegiatan dialog antar umat beragama, bahkan di dusun Sawahan, kelurahan Srihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Seluruh warganya dari anak-anak hingga lansia turut serta dalam kegiatan apel Peringatan HUT ke 77 RI tanpa penolakan golongan agama maupun budaya. Menyelinap di tengah maraknya kegiatan toleransi, di Jawa Barat terjadi tindakan yang disayangkan kementerian agama dan mendapat kecaman dari berbagai pihak, yaitu peristiwa di kota Bandung, kehadiran Wali Kota Bandung Yana Mulyana dalam peresmian Gedung Dakwah Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) di Jalan R.A.A Martanegara No.30 Turangga Kota Bandung, pada Ahad, 28/8/2022.  

saya Khoirul Abidin (Cak Abid), Ketua Umum Pergerakan Milenial Nusantara (PERMANA) tentu mengecam keras kehadiran Wali Kota Bandung dalam acara tersebut, dan saya mendesak kepada Kementerian Dalam Negri (Mendagri) untuk memberikan teguran kepada aparatur negara yang seharusnya bersikap netral dan patuh pada UUD Negara Republik Indonesia. Seperti tertuang dalam Pasal 28E, Pasal 28I, dan Pasal 29 (2), yaitu memberikan jaminan kesetaraan kepada tiap-tiap orang untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.  

Sebagai kader Muhammadiyah saya tahu belum genap tiga bulan PP Muhammadiyah terima kedatangan ahlulbait Indonesia, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Syafiq A. Mughni memberikan tuntunan, bila kita saling memahami, maka kita akan saling mencintai. Saya menduga Pak Wali tidak paham bahwa terang dan jelas Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Ormas yang menebar kebencian. Merusak toleransi antar anak bangsa. Soal perbedaan memang ada, tapi itu bukan hanya terhadap Syiah. Juga terhadap yang lain, bahkan kata Prof. Syafiq di dalam Muhammadiyah juga sering kali ada perbedaan, kita anggap sebagai suatu yang wajar. Yang penting adalah bagaimana menyikapi itu secara dewasa. Kalau ormas ANNAS dari namanya saja sudah jelas terdapat kata "anti" yang mengandung provokasi dan dalam divisi dakwahnya menyesatkan Syiah. Inilah api dalam sekam, dari anti kemudian merasa benar sendiri, setelah itu intoleran terhadap mazhab syiah. benih intoleran bermetamorfosis ketingkat selanjutnya radikal ektreamis, dan lalu tidak menutup kemungkinan akan melakukan kekerasan terhadap penganut paham syiah.    

Sunni dan Syiah sama-sama mazhab dalam agama Islam perseteruan bermula dari persoalan yang berhak memimpin umat Islam pasca wafat Nabi Muhammad SAW. Jika dihitung sejak tahun 657 M, saat Perang Shiffin berkecamuk, yang kemudian menciptakan dua kutub umat Islam berarti sudah berlangsung 1.363 tahun luka sejarah Muslim akibat ulah elite Arab Muslim. Kini luka lama itu mau dibuka kembali dan dibiarkan menganga, mendapat tempat dan fasilitas resmi di negeri ini diakibatkan ulah elite Wali Kota Bandung.  

Padahal Sunnisme maupun syi'isme, adalah produk sejarah yang tidak ada kaitannya dengan Alquran dan misi kenabian, kecuali dipaksa secara historis. Meminjam istilah Buya Syafi'i Ma'rif menggolongkan kelompok kotak Sunni dan kotak Syi'i ini amat bertanggung jawab bagi lumpuhnya persaudaraan umat beriman. Terlebih bangsa ini yang sedang menyadari dirinya setelah dua tahun pandemi untuk pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat.

Buya Syafi'i berpesan, jika umat Islam di muka bumi memang mau punya hari depan yang diperhitungkan manusia lain, jalan satu-satunya adalah agar kita keluar dari kotak Sunni dan kotak Syi'i itu karena semuanya adalah hasil pabrik sejarah 25 tahun sesudah Nabi wafat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline