Lihat ke Halaman Asli

Merenungi arti Kesetiaan

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Alhamdulillah, akhirnya bisa daftar di kompasiana. Semoga hal ini bisa memberikan manfaat buat kami dan teman-teman sekalian.

Satu artikel berikut sebagai salam perkenalan dari kami. semoga bermanfaat dan salam hangat dari saya.

Kesetiaan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bukan kesetiaan cenderawasih

Allah telah menciptakan Hawa yang setia untuk menemani Adam dan memberinya ketenteraman. Demikian pun segala sesuatu yang telah diciptakan oleh-Nya, semua ada dengan berpasang-pasangan. Siang, malam, pria, wanita dan yang lain sebagainya. Tak terkecuali sepasang suami istri. Adalah sepasang makhluk Allah yang telah berikrar mengingat janji untuk berdampingan selama waktu yang dikehendaki oleh-Nya. Suka dan duka dalam lautan kehidupan mereka berusaha mengarunginya bersama-sama dalam biduk rumah tangga yang telah mereka buat. Akan tetapi, waktu jualah yang akan memisahkan, lantaran hidup di dunia ini hanyalah sementara.

Layaknya burung cenderawasih yang melambangkan kesetiaan tanpa batas bila pendamping hidup telah tiada, maka di antara pasutri pun berani berikrar untuk sehidup dan semati bersama pasangannya. Namun, benarkah demikian adanya? Beruntunglah lambang kesetiaan banyak disimbolkan dengan burung merpati yang akan mencari ganti bila pasangannya pergi. Karena kesetiaan menurut burung cenderawasih hanya mengenal satu pasangan dalam sekali hidup, bahkan bila pasangannya telah tiada. Maka seekor cenderawasih akan hidup sebatang kara untuk mengenang kepergian pujaannya. Akan tetapi, teladan kita bukan cenderawasih. Teladan kita adalah Rasulullah yang dahulu hidup dan berjuang bersama Khadijah selama bertahun-tahun di masa penindasan kaum musyrikin. Pada saat Khadijah berpulang ke hadirat ar-Rahman beliau sedih bukan kepalang. Akan tetapi, ketika Khadijah wafat beliau tidak membiarkan dirinya hidup sebatang kara tanpa pendamping setia. Di lain sisi, beliau pun juga bukan hendak mengkhianati cinta Khadijah, karena memang tempat Khadijah tidak bisa diisi oleh wanita manapun selainnya. Kendatipun Aisyah, tak dapat mengisi celah Khadijah di relung hati Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

Maka, inilah bentuk kesetiaan yang benar yang telah dicontohkan oleh teladan kita. Tidak usah muluk-muluk berikrar "sehidup semati" bila kita memang tak bisa meniru kesetiaan cenderawasih. Wallahu a'lam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline