Lihat ke Halaman Asli

Agus Barkah Hamdani

Pengajar di salah satu perguruan tinggi agama di Kabupaten Garut

Apa Bedanya dengan yang Bukan Sekolah Penggerak?

Diperbarui: 13 Agustus 2024   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: smptelkom-mks.sch.id

Sudah jalan 4 tahun pemerintah, khususnya Dirjen GTK Kementerian Pendidikan melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) secara bertahap melalui 2 jalur program. Program Sekolah Penggerak (PSP) dan Program Mandiri. Dalam PSP, sekolah yang mendaftarkan diri dan dinyatakan berhak mengikuti program, mendapatkan full support dari pemerintah. 

Berhak mendapatkan BOS Kinerja, mengikuti pelatihan secara intesif, mengikuti lokakarya selama 3 tahun, mendapatkan fasilitator yang mendapingi sekolah selama 3 tahun, serta banyak akses lainnya. Berbeda dengan PSP, sekolah yang melaksanakan IKM melalui jalur Mandiri tidak mendapatkan fasilitas seperti yang ada di PSP. 

Proses menggali apa itu IKM, bagaimana caranya, dan lain sebagainya, dilakukan melalui Platform Merdeka Mangajar (PMM). Sebuah platform yang disediakan pemerintah, yang didalamnya terdapat berbagai informasi, regulasi, pedoman, hingga contoh-contoh materi yang digunakan untuk IKM. 

Misal, bagaimana struktur kurikulum merdeka? Melalui PMM, sekolah bisa mendapatkan modul yang bisa menjelaskan struktur kurikulum merdeka. Serta banyak panduan teknis lainnya, yang sudah sangat lengkap. 

Walaupun mereka mendapatkan akses tersebut, akan tetapi sekolah yang memutuskan untuk menggunakan kurikulum merdeka malalui jalur mandiri ini, tidak mendapatkan support berupa tambahan biaya operasioan atau BOS Kinerja, tidak mendapatkan fasilitas pelatihan secara komprehensif dan berkelanjutan, tidak mendapatkan fasilitas kegiatan lokakarya di setiap bulannya, tidak mendapatkan fasilitator yang bisa mendampingi proses IKM agar sesuai sebagaimana mestinya.

Dalam proses penentuan sekolah yang mau melaksanakan Kurikulum Merdeka, baik jalur PSP maupun jalur Mandiri, salah satu yang menjadi parameternya adalah kemauan yang kuat. Tidak melihat apakah itu sekolah negeri atau swasta, tidak melihat apakah sekolah favorit atau bukan, tidak melihat apakah sekolah di perkotaan atau pedesaan, bahkan ditempat terpencil sekalipun. 

Sekolah manapun yang mendaftar untuk ikut melaksanakan kurikulum merdeka, memiliki peluang yang sama untuk bisa melaksanakan program IKM. Langkah pertamanya yaitu dengan mendaftarkan diri, untuk ikut melaksanakan IKM.

Dalam perjalanannya, ada saja anggapan-anggapan bahwa sekolah yang menggunakan Kurikulum Merdeka adalah sekolah istimewa. Adalah sekolah yang harus lebih baik dalam hal apapun dibandingkan dengan sekolah yang belum menerapkan kurikulum merdeka. Sebagai do'a, anggapan itu tentu baik. 

Dan memang itu yang diharapkan dari sebuah upaya perbaikan sistem kurikulum. Kurikulum baru, lahir untuk menyempurnakan kurikulum sebelumnya. Memang misinya begitu. Akan tetapi, dalam konteks tertentu, persepsi bahwa sekolah yang menggunakan kurikulum merdeka harus selalu lebih baik, tentu tidak tepat. Parameter apa yang digunakan untuk menilai sekolah yang lebih baik juga terkadang sulit dijelaskan. 

Pun kalau itu menggunakan parameter nilai akademis, saya kira tidak fair juga. Toh dari sisi bobot materi saja, kurikulum merdeka banyak dipangkas. Porsinya relatif lebih sedikit, karena memang dipereteli dan fokus pada materi-materi essensial. Dari sisi alokasi waktu pembelajaran untuk mata pelajaran reguler pun begitu. 30% dari total alokasi waktu pembelajaran, wajib digunakan untuk kegiatan projek P5. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline