Lihat ke Halaman Asli

Detak Sunyi

Diperbarui: 18 Desember 2016   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Puisikan lagi, puisi mu untukku. sekarang dan jangan pernah terhenti”

“Puisiku tidak berhenti, sejak kemarin silam, sampai entah kapan. Di malam yang pekat, ketika kau rasakan kesyahduan, itu adalah puisiku. Di setiap rintik yang curah, pun adalah puisiku. Sebab, sunyi adalah riang. Terkatup, adalah tarian yang harmonis”

Malam makin menjilati raga ku

Dan membawaku kedalam ruang yang ku tahu syahwatmu

Kau perempuan

Jelaskan padaku

Bolehkah aku menyandingkan desahanku, di sisi pembaringan mu

Ketika kamu dan dirimu terus menerus meliuk-liuk anggun, maka bagaimana mungkin ada rumus untuk jengah, seembusan nafas sekalipun... Sebab, tanah tidak pernah peduli dengan banjir yang selalu mengintai. Ia akan tetap setia pada sebuah makhluk bernama hujan. Apa dan bagaimana pun setelahnya

Gontai, mengayun langkah menjemput sepi

Memeluknya, mengeja setiap detak sunyinya

Hingga terlelap didekap pekat yang merayap..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline