“Tenanglah...” Katamu kala itu
Aku masih menyimpan itu, Sayang
Aku patri dalam dasarnya hati
Menggumpal dalam basuhan-basuhan waktu yang senantiasa merangkak
Tenangalah..
Mengalir, menelisik dalam sel-selku
Menjelma tangan Khodijah, mengusap rambut indah Muhammad SAW nya
Tenanglah, Sayang..
####
Ah, bedebah..
Kenapa bayang-bayang itu keras menjelma
Bayang-bayang ketakutan dalam ketakutanmu
Gigilanmu menggerutuk, melapalkan symbol-symbol itu
Kicauan burung hitam legam itu begitu lekat
Pekat jelaga, menuntun modim mengantarkan berita bedebah
Menyeruak, membentur lukisan-lukisan gelap
Lalu... putih membayang dan dingin..
Aku takut dalam ketakutanmu, Sayang
###
Sayang..
Aku haus nyanyian-nyanyianmu..
Berdengdanglah, dan usir kicauan burung legam itu
Petiklah dan berpadulah bersama “Subhanallah’ tasbihmu
Sarungkan kerinduan harmonisnya Shalahudin bercengkrama dengan kekasihnya..
Sayang.. Tenanglah..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H