Lihat ke Halaman Asli

Dari Jogya ke Bandung

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah Jogja, kini giliran Bandung yang terkena imbas dari kemajuan tekhnologi akhir-akhir ini. Belum hilang dari ingtan kasus Florence di Jogyakarta, yang mengeluarkan unek-uneknya, kini giliran pemilik akun @kemalsept yang menjadi buah bibir di berbagai media. Satu yang sama dari kasus ini. Kedua-duanya ‘di-cap’ sebagai orang yang pantas untuk disalahkan sebagai dampak dari pernyataannya yang disampaikan melalui twitter.

Meskipun penyebabnya sama, namun tanggapan dari pemipmin dua daerah itu berbeda. Jika Sri Sultan HB X tidak memutuskan untuk melaporkan Florence (setidkanya itu yang beredar di media), maka tanggapan berbeda dilakukan oleh Kang Emil (sapaan akrab Ridwan Kamil) selaku pemimpin Kota Bandung. Kang Emil mengeluarkan pernyataan bahwa dirinya akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Setidaknya, itu lah yang mencuat di pemberitaan seputar tanggapan orang nomor satu di Paris Van Java itu (http://daerah.sindonews.com/read/898843/21/sebut-bandung-kota-perek-akun-kemalsept-dipolisikan)

Seperti halnya ‘tamparan’ yang diberikan oleh pemilik akun @kemalsept, pernyataan (rencana?) Kang Emil yang akan membawa kasus itu ke depan hukum pun, disampaikannya melalui kicauan di twitter di akunnya, @ridwankamil (Kang Emil selama ini memang dikenal sangat komunikatif dengan para followernya di twitter, baik yang sifatnya candaan maupun yang serius). Kontan, respont yang disampaikan oleh Kang Emil itu, mengundang dukungan dari para followernya.

Kang Emil Berhak membawa ke ranah hukum

Rencana langkah dari Kang Emil, memang tidak ada yang berhak untuk mencegahnya. Karena itu memang dilindungi. Siapapun, boleh mengajukan ke depan hukum. Malahan, orang yang menghalang-halanginya, justru (mungkin) bisa disalahkan. Efek jera, adalah salah satu tujuan dari ditempuhnya jalur hukum untuk menyelesaikan suatu masalah.

Akan tetapi, menurut hemat saya, jalur hukum itu bukan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh. Bahkan, itu mungkin sebagai jalan terakhir, ketika tidak ada lagi opsi lain.

Tokoh sekaliber Kang Emil yang sudah mendapatkan pengakuan dari berbagai kalangan (berkat prestasi-prestasinya), tentunya memiliki segudang pilihan untuk merespont hal itu. Dari kaca mata awam saja, Kang Emil mungkin bisa meminta bantuan kepada para koleganya untuk menelusuri akun kontroversi itu. Dari sana, bisa saja dilakukan pendekatan-pendekatan kepada pemilik akun, agar apa yang dilakukan oleh pemilik akun itu, tidak kembali terulang (efek jera tidak hanya dilakukan dengan cara menghukum). Itu, salah satu contoh cara dari kaca mata awam.

Apa yang dilakukan oleh Sri Sultan HB X, mungkin bisa menjadi inspirasi bagi kang Emil untuk menyelesaikan masalah ini. Bicara sakit hati, jelas sangat sakit hati sekali. Namun, bukankah pepatahpun mengatakan ‘banyak jalan menuju roma.’ Dan Kang Emil, Saya rasa memiliki banyak jalan untuk menuju Roma itu. @kemalsept adalah seorang anak yang butuh bimbingan dari Kang Emil selaku orang tua.

Di luar itu semua, apa yang disampaikan oleh pemilik akun @kemalsept itu, barangkali bisa menjadi pembelajaran untuk ke depan. Sehingga, apa yang dilemparkan oleh @kemalsept itu tidak pernah terjadi di Kota ‘Juara’ ini. Seperti halnya Florence (yang dituding sebagi penghujat) yang kemudian menjadi sasaran hujatan, akun @kemalsept (terlepas apakah itu akun abal-abal atau bukan), pun mengalami hal yang sama. Penghujat yang berubah menjadi korban hujatan (sebagai balasan dari apa yang dilakukannya kah?).

Pun, seperti halnya Florence yang akhirnya meminta maaf dengan tulus, hal serupa juga sudah sepantasnya dilakukan oleh @kemalsept

Salam hormat, salam sehat dalam ber-internet




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline